
Garut,Medialibas.com – Aktivis peduli lingkungan, Tedi Sutardi, mengingatkan keras bahwa perusahaan yang mengabaikan tanggung jawab menjaga dan memulihkan lahan hijau dapat dijerat hukum. Peringatan ini disampaikan di tengah sorotan publik terhadap sejumlah perusahaan, termasuk industri wisata, yang diduga tidak melaksanakan kewajiban lingkungan hidup di Kabupaten Garut.
“Ini bukan persoalan sepele. Lingkungan kita bukan milik pribadi, melainkan warisan bersama yang harus dijaga. Perusahaan yang lalai atau sengaja mengabaikan kewajiban pengelolaan lingkungan, apalagi merusak lahan hijau, jelas bisa diproses hukum. Dasarnya sudah ada dan sangat tegas di peraturan perundang-undangan kita,” kata Tedi, Sabtu (09/08/2025).
Kondisi di Lapangan
Menurut pengamatan Tedi, di Garut masih banyak pelaku usaha yang abai terhadap komitmen pengelolaan lingkungan.
Beberapa bahkan mengoperasikan usaha tanpa program penghijauan yang memadai, membiarkan lahan kritis tak tertangani, atau mengalihfungsikan lahan hijau tanpa izin yang sesuai prosedur.
“Kalau kita keliling, terutama di sekitar kawasan industri dan destinasi wisata, akan terlihat jelas bahwa tanggung jawab lingkungan belum dijalankan optimal. Ada yang memang lalai, ada juga yang pura-pura tidak tahu,” ujarnya.
Tedi menilai, pembiaran ini berpotensi menimbulkan kerusakan jangka panjang, mulai dari berkurangnya daya serap air, peningkatan risiko banjir, hingga hilangnya habitat flora dan fauna lokal.
Dasar Hukum Penindakan
Ia menjelaskan, sedikitnya ada tiga aturan yang bisa menjadi landasan kuat untuk menindak perusahaan yang melanggar:
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Mengatur kewajiban perusahaan untuk melakukan upaya pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Mengatur prosedur perolehan izin lingkungan, termasuk persyaratan teknis dan kewajiban pengelolaan lingkungan oleh pelaku usaha.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Memberikan sanksi tegas terhadap perusakan hutan, baik oleh perorangan maupun badan usaha, termasuk yang dilakukan secara tidak langsung akibat pengelolaan lahan yang keliru.
Ancaman Sanksi
Tedi memaparkan, perusahaan yang terbukti melanggar bisa menghadapi beberapa jenis sanksi:
Administratif: mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin usaha atau izin lingkungan.
Pidana: denda dalam jumlah besar hingga hukuman penjara bagi pelaku kejahatan lingkungan.
Perdata: kewajiban membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan masyarakat.
“Jadi, ini bukan sekadar teguran atau sanksi ringan. Ada konsekuensi yang jelas dan berat, tergantung tingkat pelanggarannya. Pemerintah punya wewenang penuh untuk menindak,” tegasnya.
Proses Hukum dan Pengadilan Berwenang
Dalam hal penegakan hukum, Tedi menjelaskan:
Kasus pidana lingkungan ditangani Pengadilan Negeri (PN) atau Pengadilan Tinggi (PT).
Kasus administratif lingkungan diproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kasus perdata lingkungan juga menjadi kewenangan PN atau PT.
“Semua jalur ini terbuka jika ada bukti dan niat serius dari pihak yang berwenang untuk menindak. Masyarakat pun bisa berperan, minimal melapor dan mendokumentasikan dugaan pelanggaran,” ujarnya.
Seruan Tindakan Tegas
Tedi mendorong pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan dinas terkait untuk tidak menutup mata. Menurutnya, penegakan hukum di bidang lingkungan bukan hanya untuk memberi efek jera, tetapi juga untuk mencegah kerusakan lebih parah di masa depan.
“Kalau kita menunggu sampai dampaknya terasa luas, itu sudah terlambat. Lingkungan tidak bisa sembuh dalam hitungan bulan. Kita bicara soal puluhan bahkan ratusan tahun untuk memulihkan kerusakan hutan dan lahan hijau,” kata Tedi.
Ia juga menekankan bahwa penanganan kasus lingkungan harus memperhatikan keseimbangan antara aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
“Pelaku usaha harus sadar bahwa menjaga lingkungan adalah investasi jangka panjang. Jika mereka merusak alam, pada akhirnya mereka juga yang akan merugi,” pungkasnya. (AA)