
Garut,Medialibas.com – Wartawan senior Kabupaten Garut, Riki Rustiana, mengeluarkan peringatan keras terhadap fenomena yang kian marak di tengah masyarakat: mentalitas menjadikan uang sebagai ukuran segalanya. Menurutnya, kecenderungan ini bukan hanya merusak individu, tetapi juga mengancam tatanan sosial dan moral bangsa.
“Uang itu memang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, tapi bukan berarti segala sesuatu diukur dengan materi. Sayangnya, sekarang ada sebagian orang yang menjadikan uang sebagai segalanya, bahkan sampai menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkannya,” ujar Riki saat ditemui di Garut, Sabtu (09/08/2025).
Materialisme yang Mengaburkan Batas Benar dan Salah
Dalam pandangan Riki, fenomena ini telah menciptakan situasi di mana nilai-nilai kemanusiaan dan integritas semakin terpinggirkan. Praktik korupsi, penipuan, manipulasi, hingga penyalahgunaan kekuasaan menjadi gejala nyata dari pola pikir yang terlalu mengagungkan uang.
“Ketika uang sudah jadi segalanya, yang benar bisa dianggap salah, yang salah bisa dibenarkan. Bahkan nilai-nilai kemanusiaan bisa dikesampingkan demi kepentingan pribadi,” tegasnya.
Riki menekankan, obsesi materi yang berlebihan ini tidak hanya terjadi di kalangan pejabat atau pelaku bisnis besar. “Bahkan di lingkup pergaulan sehari-hari, mulai dari organisasi, lingkungan kerja, sampai hubungan sosial di kampung, kita bisa lihat ada yang rela mengorbankan persaudaraan atau prinsip hanya demi uang,” tambahnya.
Dampak Nyata di Garut
Sebagai jurnalis yang telah lebih dari dua dekade mengamati dinamika Kabupaten Garut, Riki menyebut bahwa mentalitas “uang segalanya” mulai terasa memengaruhi kehidupan lokal.
Keputusan-keputusan penting di masyarakat, kata dia, kerap diwarnai oleh iming-iming materi, bukan pertimbangan moral atau kepentingan bersama.
Ia mengkhawatirkan, jika dibiarkan, generasi muda akan tumbuh dengan anggapan bahwa kesuksesan hanya dapat diukur dari banyaknya harta.
“Kalau pola pikir ini diwariskan ke anak-anak muda, mereka akan berpikir bahwa harga diri bisa dibeli, integritas bisa ditukar, dan prinsip bisa dinegosiasikan. Itu sangat berbahaya,” ujarnya.
Akar Masalah: Krisis Nilai dan Teladan
Riki menilai, maraknya mentalitas ini berakar dari kurangnya teladan moral dari figur publik, tokoh masyarakat, hingga pemimpin formal. Ketika publik menyaksikan tokoh yang menghalalkan segala cara demi kekuasaan atau kekayaan, mereka tanpa sadar akan menganggap hal itu lumrah.
“Kalau tokoh masyarakat, guru, bahkan pejabatnya memberi contoh buruk, jangan salahkan kalau masyarakat ikut-ikutan. Yang kita butuhkan sekarang adalah figur-figur yang berani hidup sederhana tapi tetap berintegritas,” kata Riki.
Mengajak Kembali pada Nilai Luhur
Menurutnya, masyarakat harus kembali pada nilai hidup yang menekankan kejujuran, rasa syukur, dan kepedulian sosial. Ia mengingatkan, rezeki tidak selalu identik dengan uang bisa berupa kesehatan, keluarga yang harmonis, persaudaraan yang tulus, dan keberkahan hidup.
“Uang memang penting, tapi kalau cara mendapatkannya salah, uang itu bisa membawa petaka. Hidup akan lebih bermakna kalau kita memprioritaskan integritas dan kemanusiaan,” jelasnya.
Pesan untuk Generasi Muda
Riki juga mengarahkan pesannya kepada generasi muda. Ia menekankan pentingnya membangun karakter dan kemampuan sejak dini, agar tidak mudah tergoda oleh keuntungan instan.
“Kalau sejak muda sudah terbiasa menghalalkan segala cara demi uang, nanti ketika punya kekuasaan akan semakin berbahaya. Mulailah dari hal kecil, seperti menolak kecurangan saat ujian, bekerja dengan jujur, dan membantu sesama tanpa pamrih,” pesannya.
Panggilan untuk Semua Pihak
Riki berharap, semua pihak mulai dari tokoh agama, pendidik, media, hingga pemangku kebijakan bersinergi memberikan pendidikan moral yang konsisten.
Menurutnya, membangun kembali kepercayaan publik terhadap nilai kejujuran dan integritas adalah pekerjaan besar, namun bukan hal yang mustahil jika dilakukan bersama-sama.
“Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh di lingkungan yang mengajarkan bahwa segalanya bisa dibeli dengan uang. Kalau kita ingin masa depan bangsa ini cerah, kita harus memutus rantai mentalitas ini dari sekarang,” tutupnya. (TN)