
Oplus_131072
Garut,Medialibas.com – Wajah birokrasi Garut kembali tercoreng. Dugaan keterlibatan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang merangkap sebagai pembina media di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat memicu gejolak di publik.
Ironisnya, sosok tersebut bukan sembarang ASN, melainkan seorang kepala sekolah negeri yang seharusnya menjadi teladan. Lebih mengejutkan, aktivitas ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa pernah tersentuh teguran maupun sanksi dari pihak terkait.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah pengawasan ASN di Garut benar-benar berjalan, atau ada pembiaran sistematis yang sengaja dibiarkan demi kepentingan tertentu?
Rahasia Umum yang Dipelihara
Sejumlah tokoh masyarakat di Cibalong mengaku kasus ini bukan sekadar isu baru. Sudah lama masyarakat mendengar dan melihat kepala sekolah tersebut terang – terangan mengaku sebagai pembina media.
“Ini bukan cerita semalam. Banyak disini ASN yang sudah bertahun-tahun dibiarkan. Semua orang tahu, tapi pemerintah daerah diam seribu bahasa. Padahal jelas melanggar aturan disiplin ASN,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada geram, Rabu (20/08/2025).
Kondisi ini menimbulkan kesan kuat adanya standar ganda. ASN kecil yang melakukan pelanggaran ringan bisa langsung ditindak. Namun, jika yang melanggar adalah pejabat sekolah atau ASN dengan posisi strategis, sanksi seolah menguap begitu saja.
Netralitas ASN Ternodai
Dalam aturan perundang-undangan, netralitas ASN bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban. Namun, kenyataan di Cibalong justru menampar wajah birokrasi. Kepala sekolah yang seharusnya fokus mendidik generasi malah sibuk mengklaim dirinya sebagai pembina media.
Seorang aktivis pemuda Garut Selatan menilai hal ini mengancam kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan sekaligus merusak kredibilitas media.
“Bagaimana publik mau percaya media itu independen kalau dibina oleh ASN? Itu sama saja menjadikan media sebagai alat kepentingan, bukan ruang informasi objektif,” tegasnya.
Aturan Ada, Tapi Hanya Jadi Pemanis
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dengan tegas melarang ASN melakukan aktivitas yang menimbulkan konflik kepentingan. Hukuman yang diatur tidak main-main: dari teguran keras, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemberhentian.
Namun, praktik di lapangan menunjukkan aturan itu hanya sebatas tulisan. Praktisi hukum Garut, Ridwan Fauzi, SH., MH., menilai kasus ini mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menegakkan disiplin.
“ASN tidak boleh rangkap peran, apalagi jadi pembina media. Itu pelanggaran serius. BKD dan Inspektorat wajib turun tangan. Kalau dibiarkan, ini bukan sekadar pelanggaran biasa, tapi bukti nyata lemahnya pengawasan,” ujarnya dengan nada tegas.
Dunia Pendidikan Tercoreng
Lebih dari sekadar masalah birokrasi, kasus ini juga menyentuh ranah pendidikan. Kepala sekolah adalah figur panutan bagi murid dan guru. Namun, ketika seorang kepala sekolah justru menekuni peran di luar tugasnya, wibawa pendidikan ikut runtuh.
“Anak-anak melihat kepala sekolah sebagai teladan. Kalau teladannya justru sibuk mengurusi media, apa jadinya pendidikan kita? Itu contoh buruk yang merusak kepercayaan publik,” kata seorang pemerhati pendidikan.
Publik Menuntut Tindakan Nyata
Kini masyarakat Garut, khususnya di wilayah selatan, menuntut langkah tegas dari pemerintah daerah. Desakan publik semakin keras, menolak alasan klise atau retorika belaka.
“Kalau ASN kecil langsung disanksi, kenapa kasus ini adem ayem? Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Jika pemerintah daerah diam, artinya mereka ikut melindungi,” tegas seorang warga Cibalong yang enggan disebutkan namanya,saat di mintai keterangan oleh Awak Media.
Ujian Integritas Pemkab Garut
Kasus Cibalong bukan sekadar masalah individu, melainkan cermin bobroknya pengawasan ASN di Kabupaten Garut. Jika pemerintah daerah, melalui Disdik, BKD, dan Inspektorat, terus berdiam diri, maka publik berhak menilai ada pembiaran dan permainan di balik layar.
Bola panas kini berada di tangan Pemkab Garut. Publik menunggu langkah konkret: apakah berani menegakkan aturan tanpa pandang bulu, atau justru memilih bersembunyi di balik diam dan membiarkan pelanggaran disiplin ASN terus berlangsung?
Satu hal jelas: jika tidak ada tindakan nyata, maka pemerintah daerah bukan hanya kehilangan wibawa, tetapi juga menjerumuskan dunia pendidikan Garut ke jurang ketidakpercayaan publik. (Red)