
Oplus_131072
Ciamis,Medialibas.com – Di sebuah perkampungan yang masih teguh menjaga adat dan tradisi leluhur, ribuan warga tampak larut dalam suasana kebersamaan. Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat kembali menggelar Tradisi Nyuguh yang setiap tahun dilaksanakan pada tanggal 25 bulan Safar, atau menjelang Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriah. Rabu, (20/08/2025).
Langit mendung yang menaungi kawasan perbukitan itu tak sedikit pun mengurangi semangat warga. Sejak pagi, alun-alun kampung sudah dipenuhi masyarakat, baik dari dalam Kampung Kuta maupun dari luar daerah yang sengaja datang untuk menyaksikan keunikan tradisi yang penuh makna ini.
Suasana Tradisional yang Khas
Kentalnya nuansa Sunda terasa begitu hidup. Warga mengenakan pakaian tradisional, sementara dentuman dog-dog, alunan Gondang Buhun, serta lengkingan rengkong menggema di udara. Semua berpadu menjadi harmoni budaya yang menghidupkan kembali jejak leluhur di tengah masyarakat modern.
Kampung Kuta sendiri dikenal sebagai kampung seribu pamali. Ada banyak pantangan yang dijaga, salah satunya larangan membangun rumah dengan tembok. Hampir seluruh bangunan masih berupa rumah panggung berbahan kayu dan bambu. Keunikan inilah yang membuat Kampung Kuta selalu menjadi daya tarik wisata budaya dan penelitian akademik.
Tradisi Nyuguh menjadi salah satu warisan paling penting. Konon, pada masa lalu Nyuguh dilakukan untuk memberi jamuan dan bekal kepada prajurit Kerajaan Pajajaran yang hijrah menuju Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini dimaknai ulang sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Pencipta atas keberkahan hidup dan hasil bumi yang melimpah.
“Intinya adalah sedekah dan saling berbagi, sama seperti leluhur kami yang dahulu memberi jamuan kepada para prajurit. Nilai itu yang terus kami jaga sampai sekarang,” ungkap Didi Sardi, Kepala Dusun Kampung Kuta, saat ditemui di sela acara, Kamis, (21/08/2025).
Gotong Royong Sepekan Penuh
Tradisi Nyuguh bukanlah perayaan yang lahir dalam sekejap. Sepekan sebelumnya, seluruh warga bersama pemerintah desa, aparat kecamatan, hingga perangkat daerah bahu-membahu menyiapkan kebutuhan acara. Mulai dari menata lingkungan, menyiapkan hasil bumi, hingga mempersiapkan sarana hiburan dan pelayanan masyarakat.
Sejak pagi hari pelaksanaan, masyarakat sudah disuguhkan dengan layanan publik, seperti pembuatan dokumen kependudukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) hingga layanan pajak dari Bapenda Ciamis. Langkah ini menjadikan Nyuguh tak hanya sebatas ritual budaya, melainkan juga sarana penguatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Memasuki siang hari, panggung budaya pun terbuka. Kesenian tradisional khas Kampung Kuta ditampilkan. Gondang Buhun menjadi sajian utama, disusul dengan penampilan dog-dog dan rengkong yang mengundang tepuk tangan meriah dari warga dan tamu undangan. Rombongan dari pemerintah daerah, mulai dari Disbudpora, DPMD hingga pejabat kecamatan, turut hadir memberi dukungan terhadap kelestarian budaya lokal.
Puncak Prosesi: Arak-Arakan Dongdang ke Sungai Cijolang
Menjelang sore, tepat pukul 16.00 WIB, tibalah acara puncak yang paling dinanti. Ratusan warga dengan penuh semangat berjalan kaki menuju tepi Sungai Cijolang.
Mereka beriringan sambil membawa dongdang tandu berisi hasil bumi seperti ketupat, umbi-umbian, buah-buahan, hingga sesajen yang dihiasi dengan indah. Tabuhan dog-dog mengiringi langkah mereka, menghadirkan suasana sakral sekaligus meriah.
Setibanya di tepian sungai, warga bersama para tamu undangan menggelar doa bersama. Suasana hening menyelimuti, hanya lantunan doa yang terdengar, memohon keselamatan, keberkahan, dan rezeki yang berlimpah dari Sang Pencipta.
Doa selesai, acara pun ditutup dengan makan bersama. Semua hasil bumi yang dibawa dibagikan dan disantap bersama. Tidak ada perbedaan, semua duduk melingkar, saling berbagi, mencerminkan nilai luhur kebersamaan yang diwariskan sejak zaman nenek moyang.
Simbol Kebersamaan dan Pelestarian Budaya
Bagi warga Kampung Kuta, Nyuguh bukan hanya sebatas tradisi seremonial. Lebih dari itu, ia menjadi simbol perekat sosial yang mengikat kebersamaan antarwarga. Nilai yang terkandung dalam Nyuguh adalah syukur, sedekah, kebersamaan, dan kepedulian terhadap kelestarian alam yang menjadi sumber kehidupan.
“Nyuguh adalah pengingat bagi kami semua bahwa hidup ini bukan hanya soal menerima, tapi juga memberi. Bahwa budaya harus dijaga agar tidak hilang di telan zaman,” tutur Didi menegaskan.
Tradisi ini juga menjadi salah satu kekuatan budaya Ciamis yang terus dijaga eksistensinya. Di tengah derasnya arus modernisasi, warga Kampung Kuta tetap setia menjaga warisan leluhur sebagai identitas sekaligus pelajaran berharga bagi generasi muda.
Dengan demikian, Nyuguh bukan hanya ritual tahunan, melainkan perwujudan filosofi hidup masyarakat Kampung Kuta yang senantiasa menempatkan kebersamaan, syukur, dan harmoni dengan alam sebagai pilar utama kehidupan. (Tanto.P)