
Oplus_131072
(Oleh: Pimpinan redaksi Medialibas.com)
Garut Opini Medialibas.com – Dalam kehidupan sosial, kita kerap menjumpai orang yang merasa dirinya kuat, berkuasa, atau lebih unggul dibandingkan orang lain. Sayangnya, tidak sedikit dari mereka yang menggunakan “kekuatan” itu untuk menekan, menindas, bahkan merendahkan pihak yang lebih lemah.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di lingkungan kerja atau politik, tetapi juga dalam lingkup pertemanan, keluarga, hingga masyarakat luas.
Padahal, esensi kekuatan sejati tidak pernah lahir dari keberanian menindas yang lemah, melainkan dari keteguhan menghadapi tantangan besar, lawan yang setara, atau bahkan situasi yang jauh lebih berat dari kapasitas diri.
Sementara orang yang bisanya hanya untuk menunjukkan “kuat” dengan menindas yang lemah sebenarnya sedang memperlihatkan kelemahan mentalnya sendiri. Itu bukan cermin ketangguhan, melainkan gambaran ketakutan akan menghadapi lawan yang sesungguhnya.
Ilusi Kekuatan dalam Menindas yang Lemah
Menekan pihak lemah seringkali hanya menjadi pelarian bagi orang yang haus pengakuan. Mereka merasa lebih berwibawa ketika orang lain tunduk, padahal itu hanyalah hasil dari ketidakseimbangan posisi.
Di sisi lain, tidak ada kehormatan dalam tindakan semacam itu. Sama halnya seperti seorang petinju profesional yang merasa bangga karena bisa mengalahkan orang biasa yang bahkan tidak berlatih tinju. Itu bukanlah kemenangan, melainkan penodaan terhadap makna keahlian dan keberanian.
Menghadapi Lawan Setara: Ujian Ketangguhan Sejati
Ketangguhan justru diuji ketika seseorang berani berhadapan dengan lawan yang seimbang atau bahkan lebih tangguh. Dari situlah keberanian, keteguhan hati, dan kualitas mental benar-benar diuji.
Menghadapi tantangan besar membutuhkan keberanian untuk jatuh, bangkit, dan terus berjuang tanpa rasa takut. Inilah bentuk kekuatan sejati: bukan sekadar menang, tetapi berani mencoba menghadapi sesuatu yang tidak mudah.
Dalam dunia nyata, kita bisa belajar dari para tokoh yang memilih jalan sulit menghadapi ketidakadilan atau lawan yang besar, alih-alih mencari korban yang lemah untuk ditindas. Mereka meninggalkan warisan keberanian, bukan catatan arogansi.
Tanggung Jawab Kekuatan
Semakin besar kekuatan seseorang, semakin besar pula tanggung jawab yang melekat padanya. Kekuatan seharusnya digunakan untuk melindungi, membela, dan memberi ruang hidup yang layak bagi mereka yang rapuh. Pemimpin sejati, misalnya, bukanlah mereka yang menakuti rakyatnya, melainkan yang berani menghadapi tantangan berat demi kesejahteraan rakyat.
Begitu pula dalam kehidupan sehari-hari: orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya, menjaga lisannya, dan tetap berbuat adil meski memiliki kesempatan untuk bertindak sebaliknya.
Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa mereka yang menindas kaum lemah tidak pernah dikenang sebagai pahlawan.
Sebaliknya, yang dikenang adalah mereka yang berani menghadapi tantangan besar, bersaing dengan yang setara, bahkan melawan kekuatan yang jauh lebih besar. Dari situlah lahir teladan, kehormatan, dan ketangguhan sejati.
Maka, jika benar merasa kuat, hadapilah yang kuat. Jangan sekali-kali menindas yang lemah hanya demi terlihat berkuasa. Sebab, kekuatan yang sejati bukanlah soal menundukkan orang lain, melainkan soal kemampuan berdiri terhormat di hadapan lawan yang seimbang.