
Jakarta,Medialibas.com – Fenomena busa tebal yang menutupi aliran Kali Sunter, Jakarta Utara, beberapa hari lalu memantik perhatian serius publik. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta turun tangan melakukan investigasi dan memastikan bahwa sumber busa tersebut berasal dari Situ Ria Rio, kawasan Pulomas, Jakarta Timur. Hasil pemeriksaan sementara mengungkap adanya pencemaran air oleh kandungan organik dan zat surfaktan.
Pencemaran Terungkap Saat Pompa Beroperasi
Busa di Kali Sunter terpantau muncul pada Minggu (24/08/2025), ketika pompa di Rumah Pompa Polder Pulomas 1 dan 2 dinyalakan untuk mengosongkan air dari Situ Ria Rio. Pengoperasian pompa dilakukan untuk mengantisipasi potensi hujan deras dan mencegah banjir di kawasan sekitarnya.
Namun, debit air tinggi yang keluar dari Situ memicu turbulensi. Zat pencemar yang bercampur di dalam air berubah menjadi busa, kemudian meluap hingga ke Kali Sunter. Kondisi ini sontak menimbulkan keresahan warga sekitar, karena fenomena busa seringkali dikaitkan dengan tingkat pencemaran yang tinggi.
Dua Langkah Cepat DLH
Menanggapi temuan tersebut, DLH segera menyiapkan dua strategi jangka pendek. Pertama, pemasangan kubus apung pada hilir outlet pompa Pulomas 1 dan 2, berjarak sekitar 100 meter. Pemasangan ini ditargetkan selesai pada 30 Agustus 2025 dan berfungsi untuk menahan serta mengurangi penyebaran busa ke area sungai yang lebih luas.
Kedua, petugas DLH melakukan penyemprotan busa menggunakan metode high pressure spraying dengan tekanan 7–9 Bar. Cara ini dinilai efektif untuk mengurai busa di permukaan air sesuai standar operasional yang berlaku.
Selain dua langkah teknis tersebut, DLH juga memperkuat koordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air (DSDA) serta pengelola rumah pompa. Dengan koordinasi lebih intens, diharapkan tindakan cepat bisa dilakukan setiap kali pompa kembali dioperasikan.
Identifikasi Sumber Pencemar
Lebih jauh, DLH sedang menggelar investigasi untuk menelusuri sumber pencemar di sekitar Situ Ria Rio. Kandungan organik dan surfaktan yang terdeteksi diduga berasal dari aktivitas rumah tangga, usaha kecil, hingga kemungkinan adanya pembuangan limbah yang tidak terkontrol di kawasan sekitar.
“Identifikasi ini sangat penting untuk memastikan penanganan tidak hanya sebatas di hilir, tetapi juga menyentuh akar permasalahan di hulu,” ujar salah seorang petugas DLH di lokasi.
Rencana Pemulihan Jangka Panjang
DLH tidak hanya menyiapkan langkah darurat, tetapi juga merancang pemulihan jangka panjang. Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, menegaskan pihaknya akan menggandeng PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku pengelola Situ Ria Rio.
Pemulihan kualitas air akan dilakukan melalui kombinasi metode fisik dan biologis, di antaranya pengolahan air dengan teknologi ramah lingkungan serta penanaman tumbuhan air tertentu yang mampu menyerap polutan.
“Langkah yang kami ambil bukan hanya reaktif, tetapi merupakan bagian dari program berkelanjutan untuk memperbaiki kualitas air di Jakarta,” tegas Asep.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Pencemaran di Situ Ria Rio ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Situ Ria Rio selama ini berfungsi bukan hanya sebagai penampung air, tetapi juga sebagai kawasan wisata dan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan masyarakat. Jika pencemaran tidak segera ditangani, keberlangsungan ekosistem air dan kenyamanan warga akan terganggu.
Di sisi lain, munculnya busa di Kali Sunter menjadi pengingat pentingnya pengelolaan limbah rumah tangga dan industri.
Masyarakat diimbau untuk lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah atau limbah cair sembarangan ke saluran air yang bermuara ke situ dan sungai.
Harapan untuk Jakarta
Fenomena busa di Kali Sunter menjadi cermin bahwa kualitas air di Jakarta masih menghadapi tantangan serius. Upaya pemulihan di Situ Ria Rio diharapkan menjadi pintu masuk untuk memperbaiki tata kelola air di berbagai wilayah lain di ibu kota.
DLH menegaskan komitmennya agar kasus serupa tidak terulang, baik melalui penguatan regulasi, penindakan tegas terhadap pencemar, maupun edukasi kepada masyarakat.
Dengan langkah-langkah ini, Jakarta diharapkan bisa bertransformasi menuju kota dengan kualitas air yang lebih baik, sehat, dan berkelanjutan. (Doni.P)