
Garut,Medialibas.com – Sebuah peristiwa memalukan terjadi di Kabupaten Garut, Jawa Barat ketika Bupati Abdusyakur Amin salah membaca sila keempat Pancasila di hadapan massa aksi. Kekeliruan yang berlangsung di ruang publik ini sontak membuat ribuan pasang mata terkejut, sebagian kecewa, sebagian lagi hanya bisa menggelengkan kepala.
Di tengah situasi aksi yang sarat dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat, momen pembacaan Pancasila seharusnya menjadi simbol pemersatu, meneguhkan kembali komitmen kebangsaan, dan menunjukkan keteladanan seorang pemimpin daerah. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: sebuah kesalahan fatal yang menimbulkan rasa miris dan mempertanyakan kapasitas seorang bupati dalam memahami dasar negara.
Kekeliruan di Tengah Momentum Sakral
Kronologi singkat menyebutkan, Bupati diminta maju untuk memimpin pembacaan teks Pancasila sebagai bagian dari rangkaian acara aksi. Suasana semula khidmat, massa mengikuti dengan tenang. Tetapi saat memasuki sila keempat, Bupati justru salah menyebutkan teksnya. Riuh rendah pun pecah, massa aksi yang tadinya fokus mendengarkan berubah menjadi gaduh.
“Ini sungguh memalukan. Masa seorang bupati saja tidak hafal Pancasila dengan benar? Padahal ini dasar negara yang seharusnya melekat di hati setiap warga,” ungkap seorang mahasiswa peserta aksi.
Reaksi Keras dari Politisi
Kesalahan ini memantik reaksi politisi lokal yang menilai hal tersebut bukan persoalan sepele.
“Jangan anggap enteng. Pancasila adalah harga mati. Jika seorang bupati tidak bisa membacanya dengan benar, lalu bagaimana bisa ia menjadi teladan bagi rakyatnya? Ini soal wibawa, ini soal integritas,” tegas salah Politisi senior di Garut.
Bagi kalangan politisi, kejadian ini berpotensi meruntuhkan citra kepemimpinan daerah. Dalam iklim politik yang sedang sensitif, kesalahan sekecil apapun bisa menjadi bumerang yang menurunkan kepercayaan publik terhadap pemimpin.
Akademisi: Simbol Lemahnya Penghayatan Ideologi
Akademisi dari Universitas di Garut memberikan analisis lebih jauh. Menurut mereka, kesalahan membaca Pancasila bukan sekadar salah lidah, melainkan indikasi lemahnya internalisasi nilai-nilai ideologi kebangsaan dalam diri seorang pemimpin.
“Pancasila bukan hanya teks. Itu adalah pandangan hidup bangsa. Kalau membacanya saja tidak tepat, maka wajar masyarakat meragukan apakah nilai-nilai itu sungguh dihayati dalam kebijakan dan kepemimpinan sehari-hari,” jelas seorang dosen ilmu politik.
Tokoh Masyarakat Ikut Prihatin
Tokoh masyarakat Garut pun angkat bicara. Mereka menilai peristiwa ini sebagai tamparan keras yang harus menjadi bahan introspeksi bagi para pejabat.
“Kesalahan ini harus jadi sebuah pelajaran. Pemimpin bukan hanya pintar bicara soal pembangunan atau proyek, tapi juga harus mampu memberi teladan dalam hal paling mendasar, yakni ideologi bangsa. Jangan sampai generasi muda menilai enteng Pancasila hanya karena melihat pemimpinnya keliru membacakan,” ujar salah seorang sesepuh Garut yang enggan disebutkan namanya saat dimintai keterangan oleh Medialibas.com pada. Selasa, (02/09/2025).
Sorotan Publik dan Media Sosial
Tak butuh waktu lama, potongan video kesalahan Bupati ini menyebar luas di media sosial. Berbagai komentar bermunculan. Ada yang menyindir, ada yang kecewa, bahkan ada pula yang menyatakan rasa malu sebagai warga Garut. Fenomena ini menunjukkan betapa cepatnya publik mengawasi gerak-gerik pejabat, sekecil apapun itu.
Citra Kepemimpinan yang Terkikis
Kesalahan ini pada akhirnya menimbulkan konsekuensi lebih besar. Citra kepemimpinan Bupati Garut kini dipertaruhkan. Seorang pemimpin bukan hanya dituntut cakap mengurus administrasi pemerintahan, tetapi juga harus menjadi simbol moral dan ideologis bagi masyarakatnya.
Dalam konteks politik lokal, kejadian ini bisa memperburuk kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Sebab, jika hal paling dasar saja keliru, bagaimana rakyat bisa yakin terhadap kebijakan yang lebih kompleks?
Catatan Penting untuk Pemimpin
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa seorang pemimpin tidak boleh meremehkan hal-hal mendasar. Pancasila adalah jati diri bangsa, yang seharusnya sudah terpatri di benak setiap pejabat publik. Kesalahan dalam membacanya, apalagi di ruang terbuka, bukan hanya soal teknis, melainkan simbol lemahnya keteladanan.
Bagi masyarakat Garut, kejadian ini mungkin akan terus diingat sebagai contoh nyata bahwa seorang pemimpin tidak hanya harus bekerja dengan administrasi dan kebijakan, tetapi juga wajib menanamkan Pancasila secara benar dalam ucapan, sikap, dan tindakannya. (AA)