
Oplus_131072
Garut,Medialibas.com – Di balik ramainya aktivitas masyarakat di sekitar Alun-Alun Tarogong Kaler, terdapat sebuah kisah perjuangan hidup yang tak banyak diketahui orang. Di sebuah lapak kecil tepat di depan Pos Polisi, seorang perempuan paruh baya, Sari (44), warga Desa Langensari,Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Disetiap harinya tampak sibuk melayani pembeli kopi dan rokok. Senyum sederhana yang ia tebarkan menyamarkan kelelahan yang selama delapan tahun terakhir terus ia tanggung.
Sari bukan sekadar pedagang kecil biasa. Ia adalah satu-satunya penopang hidup bagi keluarganya. Suaminya, Eungkos (60), sudah delapan tahun terbaring lemah akibat penyakit stroke yang dideritanya. Sejak saat itu, seluruh beban ekonomi dan tanggung jawab keluarga berpindah ke pundaknya.
“Kalau bukan saya yang bergerak, siapa lagi? Suami sakit sudah lama, tidak bisa kerja. Anak-anak masih kecil, butuh makan, sekolah juga harus jalan,” ucap Sari lirih, sambil sesekali mengusap keringat di wajahnya pada saat diwawancarai awak media di lokasi tempat dia jualan. Rabu, (10/09/2025).
Hidup Serba Kekurangan
Pendapatan dari jualan kopi dan rokok hanya cukup untuk sekadar bertahan hidup. Setiap gelas kopi yang terjual, setiap batang rokok yang dibeli, menjadi harapan kecil untuk bisa membawa pulang sedikit uang belanja.
Namun, kebutuhan hidup keluarga dengan empat anak jelas tidak kecil. Apalagi, selain harus memenuhi kebutuhan sehari-hari, Sari juga harus mengurus suaminya yang membutuhkan perhatian ekstra. Dari makan, minum obat, hingga menjaga agar tetap nyaman di pembaringan, semuanya dilakukan seorang diri tanpa bantuan tenaga perawat.
“Kalau malam suka susah tidur, karena harus bolak-balik jagain bapaknya (suami). Kalau siang ya begini, jualan, meski hasilnya tidak seberapa,” tutur Sari dengan mata berkaca-kaca.
Sosok Perempuan Tangguh
Warga sekitar mengenal Sari sebagai sosok perempuan tangguh dan sabar. Mereka kerap melihat bagaimana ia berjuang sejak pagi hingga malam, meski tubuhnya sendiri sudah terlihat letih.
“Teh Sari itu kuat sekali. Bayangkan, suami sakit lama, anak empat, tapi tetap bisa bertahan. Ia tidak pernah mengeluh di depan orang lain, malah tetap tersenyum,” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Meski begitu, Sari tidak menampik bahwa ia kerap merasa putus asa. Namun, setiap kali melihat wajah anak-anaknya, semangatnya kembali tumbuh. “Kalau saya menyerah, anak-anak nanti bagaimana? Mereka butuh saya. Itu yang bikin saya terus kuat,” katanya.
Harapan pada Perhatian Pemerintah dan Dermawan
Kisah Sari adalah potret nyata bagaimana banyak perempuan di pelosok daerah harus menjadi tulang punggung keluarga di tengah keterbatasan ekonomi. Ia tidak meminta banyak, hanya berharap ada perhatian dari pemerintah maupun pihak-pihak dermawan agar bisa sedikit meringankan beban hidupnya.
“Kalau ada bantuan modal jualan atau sekadar biaya sekolah anak-anak, saya sudah sangat bersyukur. Saya ingin anak-anak tetap sekolah, jangan sampai putus di tengah jalan,” ujar Sari penuh harap.
Potret Ketegaran di Tengah Keterbatasan
Kehidupan Sari adalah kisah tentang ketegaran seorang ibu yang rela mengorbankan segalanya demi keluarga. Di balik lapak kecilnya yang sederhana, ada perjuangan besar yang layak mendapat perhatian.
Sari menjadi simbol nyata bahwa kekuatan seorang ibu bisa mengalahkan beratnya beban hidup. Meski diuji dengan keterbatasan dan penderitaan panjang, ia tetap berjuang tanpa menyerah, demi satu tujuan: masa depan anak-anaknya. (A1)