
Garut,Medialibas.com – Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur yang sering diidentikkan dengan proyek besar dan anggaran fantastis, Pemerintah Desa (Pemdes) Mancagahar, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, justru menghadirkan wajah pembangunan yang lebih membumi. Bukan gedung megah atau jalan mulus, melainkan sentuhan sederhana penuh makna: memperbaiki rumah warga yang sudah lama tidak layak huni.
Senin (15/09/2025), suasana hangat menyelimuti Kampung Pabuaran. Warga, pemuda, tokoh agama, hingga perangkat desa bahu-membahu memperbaiki rumah. Ada yang mengangkat kayu, mengganti genteng, menambal dinding rapuh, hingga ibu-ibu yang memasak untuk para pekerja. Pemandangan itu menjadi bukti nyata bahwa gotong royong masih menjadi roh utama kehidupan pedesaan.
Dua Rumah Jadi Prioritas
Dalam tahap terbaru, dua rumah warga mendapat bantuan rehab, yakni milik Bu Dede (RW 03/02) dan Bu Yani (RT 05/01). Kedua rumah sebelumnya berada dalam kondisi memprihatinkan, atap bocor, dinding lapuk, hingga lantai yang tak layak ditempati.
Kepala Desa Mancagahar, Endi, hadir langsung memantau sekaligus turun tangan dalam proses perbaikan. Ia menegaskan, program rehab rumah menjadi prioritas pembangunan desa karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.
“Rumah adalah hak setiap warga. Kami ingin memastikan, meski dengan keterbatasan anggaran, warga bisa merasakan hunian yang lebih layak. Tahun ini sudah ada lima rumah yang direhab, dan insyaallah program ini akan terus berlanjut secara bertahap,” ujar Endi.
Gotong Royong Jadi Kunci
Menariknya, program ini tak hanya sebatas pemberian bantuan material. Kehadiran warga yang sukarela menyumbangkan tenaga maupun bahan bangunan menjadikan program ini semakin bernilai. Para pemuda bekerja mengolah kayu, bapak-bapak memperbaiki dinding, sementara ibu-ibu tak kalah sibuk menyiapkan makanan.
“Semangat gotong royong inilah kekuatan kita. Pemerintah desa tidak bisa berjalan sendiri. Ketika masyarakat terlibat, beban menjadi ringan, hasilnya pun lebih bermakna,” tambah Endi.
Haru dari Penerima Bantuan
Rasa syukur mendalam pun datang dari warga penerima manfaat. Bu Dede tak kuasa menahan haru ketika melihat rumahnya mulai diperbaiki.
“Alhamdulillah, terima kasih kepada Pak Kades dan warga. Rumah saya sudah lama bocor, kadang takut roboh kalau hujan deras. Sekarang bisa lebih tenang untuk anak-anak,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Hal serupa dirasakan Bu Yani. Ia menyebut bantuan tersebut bukan hanya memperbaiki rumah, tapi juga menguatkan rasa kebersamaan.
“Bagi kami yang serba terbatas, memperbaiki rumah itu hal sulit. Dengan adanya bantuan ini, ada harapan baru. Semoga semakin banyak warga yang bisa merasakan manfaatnya,” tuturnya penuh syukur.
Lebih dari Sekadar Perbaikan Fisik
Bagi Pemdes Mancagahar, rehab rumah bukan hanya membangun dinding atau atap, melainkan juga membangun rasa aman, menumbuhkan optimisme, dan menghidupkan kembali nilai gotong royong. Endi menegaskan, pendataan rumah tidak layak huni terus dilakukan dan prioritas diberikan bagi warga dengan kondisi paling darurat.
“Kalau desa terlihat maju tapi masih ada warganya yang tinggal di rumah hampir roboh, itu bukan pembangunan sejati. Pembangunan harus adil, dirasakan semua lapisan masyarakat,” tegas Endi.
Harapan ke Depan
Dengan konsistensi program, Pemdes Mancagahar optimis jumlah rumah tidak layak huni akan berkurang secara bertahap. Setiap perbaikan rumah diharapkan menjadi simbol perubahan nyata: bukan hanya fisik bangunan yang diperkuat, tetapi juga persaudaraan dan semangat kebersamaan.
Pantauan di lapangan menunjukkan, ketika pemerintah dan masyarakat bergandeng tangan, yang terbangun bukan hanya rumah, melainkan juga harapan dan martabat warganya. (A1)