
Garut, Medialibas.com – Aktivitas galian C ilegal di Kabupaten Garut kian merajalela. Bukannya membawa kesejahteraan bagi rakyat, praktik kotor ini justru menimbulkan kerugian besar bagi negara, merusak lingkungan, dan memperlebar jurang ketidakadilan. Sementara itu, aparat hukum dan pemerintah daerah terlihat seperti memilih jalan pembiaran.Kerugian negara dari sektor galian C ilegal tidak hanya berupa hilangnya potensi pajak dan retribusi daerah, tetapi juga biaya sosial yang ditanggung masyarakat akibat rusaknya infrastruktur, longsor, hingga pencemaran air. Jalan-jalan desa hancur dilindas truk-truk pengangkut material, sawah penduduk tertutup lumpur, dan ekosistem sungai mati. Semua ini adalah penghianatan terang-terangan terhadap fungsi negara sebagai pelindung rakyat.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pemerintah Kabupaten Garut, melalui Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup, seharusnya memegang kendali penuh atas izin usaha pertambangan dan pengawasan lingkungan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan lemahnya kontrol, bahkan terkesan ada pembiaran sistematis. (21/09/2025)
Penegakan hukum yang menjadi domain Polres Garut, Polda Jabar, hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun dipertanyakan. Rakyat Garut bertanya-tanya: apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Apakah ada kongkalikong antara pengusaha nakal, oknum pejabat, dan aparat sehingga tambang ilegal dibiarkan beroperasi?
Aturan Hukum yang Dilanggar
UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Pasal 158:
Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), Pasal 36:
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki izin lingkungan tetapi tidak memilikinya, dilarang beroperasi.
Pasal 98 ayat (1):
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup dipidana penjara 3–10 tahun dan denda Rp3–10 miliar.
PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara: mengatur kewajiban IUP (Izin Usaha Pertambangan).
Sanksi Administratif sesuai UU PPLH Pasal 76: berupa penghentian sementara, pencabutan izin, hingga kewajiban pemulihan lingkungan.
Tuntutan Ekstrim untuk Penegakan Hukum
Hari ini, masyarakat Garut tidak hanya menuntut keadilan, tetapi menjerit atas persekongkolan diam-diam yang merampas hak hidup mereka. Negara seharusnya tidak boleh kalah dari mafia tambang.
Jika hukum benar ditegakkan:
Seluruh pengusaha galian C ilegal harus ditangkap dan dijadikan tersangka.
Oknum pejabat yang terbukti melakukan pembiaran wajib dicopot dari jabatannya.
Aparat hukum yang lalai harus diusut oleh lembaga pengawas internal dan eksternal, bahkan jika perlu dibuka ke ranah publik.
Iyan, tokoh masyarakat Garut, dengan lantang menyebut:
“Ini bukan lagi sekadar pelanggaran, ini perampokan terang-terangan terhadap negara dan rakyat. Bila hukum terus membiarkan, maka negara sedang menggadaikan kedaulatan hanya demi kerakusan segelintir orang.”
Kini bola panas ada di tangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum. Apakah mereka berani menegakkan hukum sesuai konstitusi, atau tetap memilih jadi kaki tangan oligarki tambang? (AA)