
Garut, Medialibas.Com – Tanah Garut kembali diguncang skandal yang mencoreng akal sehat dan melukai kesucian agama. Di Kecamatan Leuwigoong, Kampung Cikendal, seorang tokoh yang dikenal masyarakat sebagai “ahli agama” justru berbuat nista: menyuruh orang lain meniduri istrinya sendiri. Perbuatan biadab ini bukan hanya pengkhianatan terhadap rumah tangga, tetapi juga penghinaan telanjang terhadap ajaran agama dan nilai kemanusiaan.
Masyarakat terperangah, sebagian murka, sebagian lagi menahan amarah dengan dada bergetar. Bagaimana mungkin seorang yang seharusnya menjaga akhlak justru menodainya dengan perilaku yang lebih rendah dari hewan? Kesucian dijual murah, martabat agama diinjak-injak, dan moral masyarakat dipermainkan.
Febri Hidayat, narasumber , dengan lantang menegaskan:
“Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan di wilayah ini. Kalau dibiarkan, akan semakin banyak korban dan rusaknya nilai moral masyarakat,” ucapnya dengan nada geram (26/09/2025).
Dasar Hukum yang Menggulung
Perbuatan ini jelas tidak bisa dibiarkan. Ada sejumlah aturan hukum yang bisa menjerat pelaku berinisial M:
Pasal 156a KUHP: Penodaan agama, ancaman 5 tahun penjara.
Pasal 281 KUHP: Larangan perbuatan cabul yang menyinggung kesusilaan.
Pasal 300 & 351 KUHP Baru 2023: Perbuatan asusila yang menimbulkan keresahan bisa dipidana.
Pasal 33 UU Perkawinan: Suami-istri wajib saling menghormati; tindakan menyuruh istri ditiduri orang lain jelas melanggar norma perkawinan.
UU No. 7 Tahun 1984 (CEDAW): Perbuatan ini bisa dikategorikan sebagai kekerasan seksual berbasis relasi kuasa.
Dengan aturan sejelas itu, aparat tidak punya alasan untuk membiarkan kasus ini berlalu tanpa keadilan.
Seruan Membara untuk Aparat
Masyarakat menuntut polisi segera bertindak. Kasus ini bukan sekadar aib pribadi, tetapi kejahatan sosial dan penghinaan terhadap agama. Bila aparat diam, maka luka ini akan melebar menjadi borok yang menghancurkan kepercayaan publik pada lembaga hukum dan keagamaan.
“Ini bukan hanya soal moral pribadi, tapi sudah masuk ranah hukum dan penghinaan agama. Aparat jangan tinggal diam!” tegas Febri Hidayat.
Kini, semua mata tertuju ke Leuwigoong. Apakah hukum benar-benar tegak, ataukah keadilan kembali dijual murah sebagaimana kesucian yang sudah dikorbankan? (AA)