
Bandung,Medialibas.com – Kota Bandung dan wilayah sekitarnya kembali menjadi sorotan para ahli kebumian. Bukan karena pesona wisatanya, melainkan potensi bencana gempa bumi besar yang dapat dipicu oleh Sesar Lembang, patahan aktif yang membentang hampir 29 kilometer dari Padalarang hingga Cimenyan, tepat di kaki Gunung Tangkuban Parahu.
Sesar ini bukan sekadar garis patahan di peta, melainkan bagian dari sistem geologi aktif yang keberadaannya nyata dan bisa dilihat langsung di lapangan. Peneliti Geologi Gempa Bumi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mudrik R. Daryono, mengungkapkan bahwa pergerakan sesar ini terus berlangsung dari waktu ke waktu.
Pergeseran Sungai hingga Perubahan Bentang Alam
Mudrik menjelaskan, Sesar Lembang bergerak mendatar dengan arah ke kiri, sehingga bagian utara dan selatan patahan saling berlawanan. Bukti paling jelas terlihat pada Sungai Cimeta, yang bergeser sejauh 120 meter, bahkan di beberapa titik mencapai 460 meter.
Selain pergeseran sungai, terdapat pula perbedaan ketinggian tanah hingga 90 meter di sejumlah lokasi. “Secara umum, pergeseran di Sesar Lembang 80-100% mendatar, sedangkan naik-turun hanya sekitar 0-20%,” jelas Mudrik. Minggu, (28/09/2025).
Fenomena ini bukan peristiwa sesaat, melainkan hasil dari pergerakan yang berlangsung selama ratusan ribu tahun. Namun, gerakan lambat itu sesungguhnya adalah energi yang terus menumpuk hingga berpotensi memicu gempa besar.
Bergerak 3,4 Milimeter per Tahun
Hasil riset terbaru menunjukkan Sesar Lembang bergeser sekitar 1,9 hingga 3,4 milimeter per tahun. Walaupun tampak kecil, akumulasi pergeseran ini bisa menimbulkan dampak besar bila energi yang tersimpan dilepaskan secara tiba-tiba.
Penelitian paleoseismologi melalui penggalian parit di kilometer 11,5 menemukan bukti adanya pergeseran tanah setinggi 40 sentimeter. Pergeseran tersebut menjadi petunjuk adanya gempa masa lalu dengan kekuatan magnitudo 6,5 hingga 7.
“Panjang sesar yang mencapai 29 kilometer memang memungkinkan terjadinya gempa dengan magnitudo sebesar itu,” tambah Mudrik.
Siklus Gempa Purba dan Ancaman Masa Kini
Catatan sejarah gempa purba memperlihatkan bahwa Sesar Lembang sudah berulang kali menimbulkan gempa besar. Paling muda diperkirakan terjadi pada abad ke-15, sebelumnya sekitar 60 tahun sebelum Masehi, dan lebih tua lagi sekitar 19 ribu tahun lalu.
Berdasarkan data tersebut, para ahli memperkirakan gempa besar berulang setiap 170 hingga 670 tahun. Jika siklus ini dijadikan acuan, maka peluang terjadinya gempa besar berikutnya berada dalam rentang waktu yang sudah relatif dekat dengan masa sekarang, bahkan mungkin sebelum tahun 2170.
Gunung Batu Lembang Naik Hingga 40 Sentimeter
Salah satu bukti paling nyata keberadaan jalur sesar adalah Gunung Batu Lembang di kilometer 17. Penelitian menunjukkan gunung ini bisa mengalami kenaikan permukaan tanah hingga 40 sentimeter akibat aktivitas sesar.
“Setiap kali gempa terjadi, ada kemungkinan permukaan tanah naik atau bergeser. Inilah yang kemudian menghasilkan gempa bumi,” terang Mudrik.
Sementara itu, sejumlah gempa kecil yang belakangan tercatat di sekitar Bandung, terutama di segmen Cimeta dan Sesar Kertasari, menjadi perhatian. Fenomena ini bisa berarti sekadar pelepasan energi kecil, atau justru bagian dari rangkaian proses yang akan berujung pada gempa lebih besar.
BMKG Ingatkan Kesiapsiagaan
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun mencatat adanya peningkatan aktivitas di jalur Sesar Lembang. Meski tidak bisa memastikan kapan gempa besar akan terjadi, BMKG menegaskan perlunya kewaspadaan.
Mudrik mengingatkan bahwa ilmu kebumian belum mampu memprediksi secara pasti kapan gempa akan mengguncang, namun masyarakat bisa memperkuat kesiapsiagaan dan mitigasi sejak dini.
“Pemahaman ilmiah ini sangat penting agar masyarakat tidak lengah. Kesiapan menghadapi bencana jauh lebih bijak daripada menunggu prediksi yang tidak pasti,” tegasnya.
Pentingnya Mitigasi Bencana
Pemerintah daerah bersama masyarakat diminta meningkatkan edukasi kebencanaan, mulai dari membangun rumah tahan gempa, mempersiapkan jalur evakuasi, hingga melakukan simulasi berkala.
Bandung dan sekitarnya adalah wilayah padat penduduk dengan aktivitas ekonomi tinggi. Jika gempa besar benar-benar terjadi, dampaknya bisa sangat luas. Oleh karena itu, kesiapsiagaan menjadi satu-satunya cara untuk meminimalisir risiko. (Bens)