![]()
Oleh: Asep Yadi
Garut Artikel,Medialibas.com – Angka kemiskinan sering kali disajikan sebagai deretan statistik yang kering dan jauh dari realitas kehidupan. Namun, di baliknya, ada jutaan cerita tentang perjuangan, harapan yang tertekan, dan tantangan yang tak terelakkan.
Artikel ini akan membedah fenomena kemiskinan ekstrem di Kabupaten Garut pada tahun 2024, membandingkannya dengan kemiskinan secara umum, serta menganalisis logika dan aritmatika di balik kebijakan publik yang diterapkan, dengan landasan kuat pada Pancasila, UUD 1945, dan berbagai peraturan perundang-undangan terkait.
Kemiskinan Ekstrem vs. Kemiskinan Umum: Sebuah Perbandingan di Kabupaten Garut 2024
Penting untuk membedakan antara kemiskinan umum dan kemiskinan ekstrem. Menurut data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut pada Juli 2024, persentase penduduk miskin di Garut tercatat sebesar 9,68%. Angka ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, hampir sepersepuluh penduduk Garut berada di bawah garis kemiskinan yang telah ditetapkan.
Namun, kemiskinan ekstrem adalah level yang berbeda. Batasan kemiskinan ekstrem, yang merujuk pada standar Bank Dunia, didefinisikan sebagai pengeluaran yang sangat minim, yakni sekitar Rp10.739 per orang per hari atau Rp322.170 per orang per bulan. Artinya, mereka yang berada dalam kategori ini berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan pangan dasar, tempat tinggal, dan sandang.
Pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem mencapai 0% pada tahun 2024. Meskipun laporan BPS pada Juli 2024 menunjukkan adanya kemajuan dalam penurunan angka kemiskinan secara umum, masih ada tantangan besar untuk mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem.
Data per Januari 2023 menunjukkan masih ada sekitar 65.868 keluarga di Garut yang masuk kategori miskin ekstrem. Meskipun ini adalah data tahun sebelumnya, pencapaian target nol persen memerlukan upaya yang luar biasa.
program yang ada cukup untuk mengakselerasi penurunan kemiskinan ekstrem dari puluhan ribu keluarga menjadi nol dalam satu tahun?
Indikator Keberhasilan: Selain persentase, BPS juga mengukur indikator lain seperti Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2).
P1 menunjukkan seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan, sedangkan P2 menunjukkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Penurunan angka-angka ini secara signifikan menunjukkan keberhasilan kebijakan.
Studi Kasus dan Tantangan:
Implementasi kebijakan di tingkat lokal, seperti yang terlihat dalam kasus Desa Simpang di Kecamatan Cikajang, Garut, menunjukkan bahwa pemasaran produk lokal yang tidak efektif dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan ekstrem. Program pemberdayaan ekonomi dan pelatihan yang didukung oleh pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini.
Kesimpulan
Kebijakan penanggulangan kemiskinan ekstrem di Garut pada tahun 2024, yang didasarkan pada landasan hukum Pancasila dan UUD 1945, telah menunjukkan komitmen pemerintah dalam menanggulangi masalah sosial. Namun, secara logika dan aritmatika, tantangannya masih besar. Kesenjangan antara target ambisius, akurasi data, dan efektivitas implementasi program di lapangan masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Diperlukan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta pelibatan aktif masyarakat dan sektor swasta, untuk memastikan bahwa aritmatika penurunan kemiskinan ekstrem tidak hanya sekadar angka, tetapi juga terwujud dalam kesejahteraan nyata bagi seluruh warga Garut.
