
Program Tahunan “Bagi-Bagi Pohon” Jadi Langkah Konkret Pemulihan Lingkungan Hidup
Garut,Medialibas.com – Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kehati Copong kini bukan hanya sekadar ruang publik yang asri, tetapi juga menjadi simbol kepedulian masyarakat Garut terhadap pelestarian lingkungan. Di bawah pengelolaan komunitas Libas, area ini menjelma menjadi pusat edukasi lingkungan dan ruang interaksi sosial yang berorientasi pada upaya penghijauan dan pemulihan ekosistem daerah.
Salah satu program unggulan yang menjadi ciri khas dari komunitas Libas adalah “Bagi-Bagi Pohon untuk Masyarakat”, sebuah gerakan tahunan yang telah dilaksanakan secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir. Program ini lahir dari keprihatinan terhadap semakin sempitnya lahan hijau dan meningkatnya kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia.
Melalui kegiatan ini, Libas tidak hanya menyalurkan bibit pohon, tetapi juga menanamkan kesadaran bahwa setiap warga memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian alam. Dalam setiap pelaksanaan, ratusan hingga ribuan bibit pohon produktif dan pelindung seperti mangga, jambu, mahoni, dan trembesi dibagikan kepada masyarakat sekitar Garut, baik yang tinggal di kawasan perkotaan maupun di pedesaan.
Menjalankan Amanat Konstitusi dan Undang-Undang
Apa yang dilakukan komunitas Libas melalui RTH Kehati Copong sejatinya merupakan bentuk implementasi langsung dari amanat konstitusi.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat sejumlah pasal yang menegaskan hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta kewajiban bersama untuk menjaga kelestariannya.
Pasal 28H ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta memiliki hak untuk memperoleh perlindungan dan peningkatan kualitas hidup.
Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dari pasal-pasal tersebut jelas bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban moral dan konstitusional seluruh warga negara.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) juga memberikan ruang besar bagi partisipasi masyarakat.
Dalam Pasal 70 ayat (1) disebutkan bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama serta seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Adapun ayat (2) menegaskan bahwa peran itu bisa diwujudkan dalam bentuk pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usulan, hingga penyampaian informasi dan laporan.
Gerakan “Bagi-Bagi Pohon” yang diinisiasi Libas melalui RTH Kehati Copong merupakan contoh konkret dari pelaksanaan pasal tersebut. Partisipasi masyarakat menjadi kekuatan utama dalam membangun kesadaran kolektif bahwa bumi ini harus dijaga bersama.
Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyangga Kehidupan Kota
Dalam konteks tata ruang wilayah, pemerintah juga telah menetapkan ketentuan mengenai keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 29 ayat (2), ditegaskan bahwa pemerintah daerah wajib menyediakan RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota, dengan pembagian 20% untuk publik dan 10% untuk privat.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menegaskan bahwa penyediaan RTH adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat.
Dengan demikian, inisiatif RTH Kehati Copong menjadi bagian dari upaya mewujudkan amanat tersebut di tingkat daerah.
Suara dari Komunitas: Gerakan yang Lahir dari Kesadaran
Menurut Tedi Sutardi, salah satu pengelola sekaligus Ketua Libas, kegiatan ini tidak lahir dari instruksi pemerintah, melainkan dari kesadaran kolektif masyarakat terhadap ancaman lingkungan yang semakin nyata.
“Kami ingin mengembalikan kesadaran masyarakat bahwa bumi ini milik bersama. Pohon bukan hanya tanaman, tapi nafas kehidupan. Kalau pemerintah terlambat, rakyat yang harus duluan bergerak,” ujar Tedi penuh keyakinan.
Bagi Tedi, penghijauan bukan sekadar kegiatan simbolik atau seremonial. Ia adalah bentuk tanggung jawab sosial dan moral, terutama di tengah situasi iklim yang semakin tidak menentu, banjir yang kerap terjadi, serta menurunnya kualitas udara di beberapa wilayah perkotaan.
Gerakan Libas di RTH Kehati Copong pun menjadi ruang pembelajaran bagi masyarakat, pelajar, dan komunitas lain untuk memahami pentingnya menjaga ekosistem. Tidak sedikit sekolah dan organisasi sosial yang datang ke lokasi tersebut untuk belajar menanam, mengenal jenis-jenis pohon, dan memahami konsep ekosistem alami.
Kekuatan dari Aksi Masyarakat
Dalam pandangan banyak aktivis lingkungan, kekuatan sesungguhnya dalam menjaga bumi bukan hanya pada regulasi, tetapi pada gerakan akar rumput yang dilakukan secara sukarela dan berkelanjutan.
RTH Kehati Copong adalah contoh nyata bagaimana kolaborasi antara masyarakat dan komunitas dapat menghadirkan solusi atas persoalan lingkungan lokal.
Langkah sederhana seperti menanam pohon memiliki dampak besar jika dilakukan secara konsisten. Selain memperbaiki kualitas udara dan mencegah erosi, penghijauan juga memperkuat ketahanan ekosistem dan meningkatkan keindahan lingkungan.
Tidak heran jika banyak pihak kemudian menilai RTH Kehati Copong sebagai contoh sukses pengelolaan ruang hijau berbasis partisipasi masyarakat. Model ini bahkan diharapkan bisa direplikasi di wilayah lain di Garut maupun daerah-daerah lain di Indonesia.
Refleksi dan Harapan ke Depan
Gerakan penghijauan yang dilakukan oleh Libas bukan hanya menunjukkan cinta terhadap alam, tetapi juga menjadi bentuk nyata pengamalan nilai-nilai Pancasila—khususnya sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dengan berbagi pohon, masyarakat tidak hanya menanam bibit, tetapi juga menanam harapan untuk generasi mendatang agar tetap memiliki lingkungan yang hijau, sejuk, dan layak huni.
Kesadaran semacam ini perlu terus disemai, terutama di tengah arus modernisasi yang sering mengabaikan aspek ekologi. Pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan dunia usaha diharapkan dapat ikut berkolaborasi dengan komunitas-komunitas lingkungan agar gerakan hijau di Garut semakin luas dan berdampak nyata.
Melalui RTH Kehati Copong, komunitas Libas telah memperlihatkan bagaimana semangat gotong royong dan kepedulian lingkungan bisa menjadi kekuatan besar bagi perubahan.
Dengan dasar hukum yang kuat, dukungan masyarakat, dan komitmen yang tulus, program “Bagi-Bagi Pohon untuk Masyarakat” tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, melainkan gerakan moral yang menghidupkan kembali kesadaran ekologis warga Garut.
Kegiatan ini membuktikan bahwa menjaga bumi tidak selalu harus dengan anggaran besar atau kebijakan megah.
Cukup dengan niat, kesadaran, dan tindakan bersama, Garut yang hijau dan lestari bukan lagi sekadar cita-cita, tetapi kenyataan yang bisa diwujudkan oleh tangan-tangan rakyatnya sendiri. (AA)