![]()
Garut,Medialibas.com – Di tengah riuh rendah situasi sosial dan politik yang sering kali memecah belah masyarakat, ada secercah kabar menyejukkan datang dari Kampung Mekarsari, RW 05, Desa Jayaraga, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat Warga di lingkungan ini berhasil membuktikan bahwa demokrasi tidak selalu identik dengan persaingan tajam, biaya besar, dan ketegangan antarblok.
Pada Jum’at malam, (24/10/2025), halaman rumah warga di kampung itu berubah menjadi ruang kebersamaan. Kursi plastik berjejer, warga berkumpul dalam suasana hangat dan penuh keakraban. Mereka tidak datang untuk berdebat atau memperebutkan kekuasaan, melainkan untuk bermusyawarah menentukan pemimpin lingkungannya secara mufakat.
Suasana itu menggambarkan betapa hidupnya semangat gotong royong dan kearifan lokal di bawah kepemimpinan Kepala Desa Moch. Samsakti Alamsyah. Tradisi rembuk warga atau musyawarah telah menjadi bagian penting dalam sistem sosial Jayaraga. Setiap dinamika yang muncul, sekecil apapun, selalu diselesaikan melalui forum ini.
“Apapun yang terjadi di desa kami, dari persoalan sosial hingga pemilihan ketua lingkungan, semuanya diselesaikan lewat musyawarah. Itu cara kami menjaga kerukunan,” ujar Samsakti dalam sambutannya malam itu.
Musyawarah Aklamasi Tanpa Kubu dan Perselisihan
Pemilihan Ketua RW 05 kali ini berlangsung tanpa pencalonan formal, tanpa kampanye, dan tanpa perebutan suara. Semua warga diberi kesempatan menyampaikan pendapat, menimbang-nimbang figur yang layak memimpin lingkungan mereka. Setelah diskusi cukup panjang dan terbuka, keputusan pun diambil secara aklamasi.
“Keren pisan. Aklamasi lewat musyawarah di RW 05, lingkungan berjalan baik, aman,tertib dan kondusif. Mantap!” ungkap Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS),Tedi Sutardi yang turut hadir dalam kegiatan tersebut.
Dalam forum yang berlangsung hingga larut malam itu, nama Ibu Rahmi Rahmawati akhirnya muncul sebagai sosok yang dipercaya dan disepakati bersama untuk memimpin RW 05. Tidak ada keberatan, tidak ada argumen negatif, semua menerima keputusan itu dengan lapang dada.
“Alhamdulillah, masyarakat bisa tersenyum bahagia. Damai tanpa ada kubu-kubuan atau perselisihan. Ini contoh nyata musyawarah yang penuh kesadaran,” tambah Teteng dengan nada haru.
Tradisi Lokal yang Layak Ditiru
Menurut warga setempat, mekanisme aklamasi melalui musyawarah bukan hal baru di Jayaraga. Namun yang membuat peristiwa kali ini istimewa adalah keterlibatan penuh masyarakat, dari tokoh pemuda, perempuan, hingga sesepuh kampung. Semua duduk sejajar, tanpa perbedaan posisi atau kepentingan.
Tokoh lingkungan Ibu Ira Maryana yang selama ini aktif di kegiatan kemasyarakatan turut berperan menjaga suasana tetap kondusif dan bersahaja. Ia menilai, cara ini bisa menjadi alternatif demokrasi lokal yang murah, cepat, dan tetap bermartabat.
“Musyawarah itu bukan hanya tradisi, tapi cara menjaga hati. Kalau semua diselesaikan dengan duduk bersama, tidak akan ada gesekan. Inilah yang membuat Jayaraga tetap rukun,” ujarnya.
Membangun Demokrasi dari Akar Rumput
Pengamat sosial menilai bahwa cara warga Jayaraga ini adalah cerminan demokrasi partisipatif yang sesungguhnya. Tanpa perlu biaya besar seperti mencetak surat suara atau kampanye, mereka berhasil menemukan kesepakatan melalui komunikasi langsung dan kepercayaan antarwarga.
Kepala Desa Moch. Samsakti menegaskan, keberhasilan ini bukan hanya tentang pemilihan Ketua RW semata, tetapi juga tentang membangun kesadaran kolektif bahwa kepemimpinan harus lahir dari kehendak bersama, bukan ambisi pribadi.
“Kalau masyarakat sudah terbiasa bermusyawarah, otomatis mereka akan lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan. Kita tidak ingin ada lagi politik blok-blokan atau perpecahan di tingkat kampung,” katanya.
Senyum Harmoni di Akhir Malam
Setelah hasil musyawarah disepakati, warga tampak saling bersalaman, berbagi tawa, bahkan menyajikan kopi dan kue sederhana. Malam itu berakhir dengan suasana penuh syukur dan kegembiraan.
Peristiwa sederhana di RW 05 ini menjadi pengingat bahwa nilai-nilai luhur seperti gotong royong, kebersamaan, dan musyawarah mufakat masih hidup di tengah masyarakat Garut.
Dalam suasana dunia yang semakin sering diwarnai konflik kepentingan, Jayaraga menunjukkan jalan lain jalan damai yang berangkat dari hati dan kebersamaan. (Tedi Badai)
