![]()
Bekasi,Medialibas.com – Harapan seorang pengacara muda, Rifki Auliya, SH, MH, untuk mendapatkan kepastian hukum atas kasus penipuan dan penggelapan mobil miliknya kini berubah menjadi kekecewaan mendalam.
Sementara sudah lebih dari setahun sejak ia melapor ke Polres Metro Bekasi Kota, namun perkara yang melibatkan terlapor Teguh Lazuardi Parazi itu tak kunjung menemukan titik terang.
Rifki yang juga Pimpinan Kantor Hukum R.A & Rekan di Jakarta Selatan, mengaku menjadi korban tipu muslihat Teguh, yang memperkenalkan diri sebagai perwakilan dari Lembaga Independen Berita Bhayangkara Nasional (LIBBN) di Banten. Dengan dalih bisa membantu menyelesaikan kredit macet di Toyota Astra Finance (TAF), pelaku justru membawa kabur mobil Toyota Calya putih bernomor polisi B 2383 TKY miliknya.
“Semua bermula di parkiran Hotel Santika Harapan Indah, Bekasi. Saya percaya karena dia mengaku dekat dengan aparat hukum. Tapi ternyata itu hanya modus,” ujar Rifki kepada Medialibas.com, Selasa (28/10/2025).
Akibat peristiwa itu, Rifki menanggung kerugian finansial karena tetap harus melunasi kredit mobil yang sudah tidak lagi berada di tangannya.
Kasus Mandek di Polres: “Dari Gelap Menuju Gelap Lagi”
Rifki melaporkan kasus tersebut pada 15 Januari 2024, melalui laporan polisi LP/B/137/I/2024/SPKT/Polres Metro Bekasi Kota/Polda Metro Jaya. Namun, hingga kini, tak ada perkembangan berarti dari penyidik Unit Ranmor Polres Metro Bekasi Kota.
“Sudah lebih dari setahun, jawabannya selalu sama masih proses, masih ditindaklanjuti. Tapi tak pernah ada hasil konkret. Ini bukan penegakan hukum, tapi pembiaran,” ucap Rifki dengan nada kecewa.
Ia menilai penyidik tidak menunjukkan profesionalitas dan transparansi, bahkan terkesan mengabaikan asas keadilan. “Dari gelap menuju terang, justru kembali digelapkan. Saya menduga ada permainan yang membuat kasus ini mandek,” tegasnya.
Desak Penggantian Penyidik dan Evaluasi Internal Polres
Atas lambannya penanganan, Rifki secara resmi mendesak Kapolres Metro Bekasi Kota untuk melakukan evaluasi internal terhadap penyidik yang menangani laporannya. Ia meminta agar penyidik tersebut diganti dengan yang lebih profesional dan berintegritas.
“Kalau dibiarkan, ini bisa merusak citra Polri Presisi. Saya ingin penyidik diganti agar penegakan hukum berjalan jujur dan adil,” katanya.
Rifki juga berencana melayangkan surat resmi kepada Kabag Wasidik Polda Metro Jaya, Propam Mabes Polri, hingga Komisi III DPR RI, untuk memastikan penanganan kasusnya diawasi dengan ketat.
“Saya siap buka semua fakta kalau diperlukan. Hukum tidak boleh dimainkan oleh oknum. Kalau ada penyimpangan, harus dibuka ke publik,” tegasnya lagi.
Hukum Tak Boleh Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas
Sebagai praktisi hukum, Rifki menyesalkan masih adanya perilaku penyidik yang tidak mencerminkan semangat Polri Presisi sebagaimana yang digaungkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Presisi itu artinya Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan. Kalau dalam kasus seperti ini tidak ada transparansi, bagaimana masyarakat mau percaya lagi pada hukum?” ujarnya.
Rifki menegaskan dirinya tidak anti-polisi, namun mengkritik keras oknum yang justru menghambat keadilan. “Saya menghormati Polri sebagai institusi, tapi oknum yang mempermainkan hukum harus ditindak. Jangan biarkan keadilan hanya jadi slogan,” katanya.
Langkah Hukum Lanjut: “Saya Akan Terus Berjuang Sampai Keadilan Terwujud”
Rifki mengaku sudah menyerahkan seluruh bukti kepada penyidik, mulai dari dokumen kendaraan, bukti pembayaran kredit, hingga rekaman komunikasi dengan terlapor. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda penegakan hukum yang serius.
“Sudah setahun laporan saya masuk, tapi pelaku masih bebas berkeliaran. Ini sungguh ironi,” ujarnya.
Sebagai langkah akhir, Rifki berencana membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk Mabes Polri dan lembaga pengawas eksternal, jika tak ada kejelasan dari Polres Metro Bekasi Kota.
“Kalau perlu, saya minta Kapolda turun langsung. Jangan biarkan oknum mencoreng wibawa institusi. Keadilan harus ditegakkan, meski langit runtuh sekalipun,” tutupnya tegas.
Refleksi: Ketika Kepastian Hukum Menjadi Barang Langka
Kasus yang dialami Rifki Auliya bukan sekadar persoalan pribadi, tetapi potret nyata krisis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Ketika pelapor dan korban justru merasa diabaikan, maka semangat “Kepastian Hukum yang Berkeadilan” menjadi sekadar jargon tanpa makna.
Kini bola panas berada di tangan Polres Metro Bekasi Kota, Polda Metro Jaya, dan Propam Mabes Polri apakah akan menegakkan keadilan, atau membiarkan kasus ini tenggelam dalam diam.
“Bagi saya, keadilan bukan sekadar janji. Ini soal harga diri hukum di negeri ini,” pungkas Rifki Auliya. (Megy)
