![]()

Garut, Medialibas. Com, – Kecamatan Pasirwangi kembali menjadi sorotan setelah banjir bandang dan longsor mengancam permukiman serta lahan pertanian warga. (12 Desember 2025 ) Hasil pantauan lapangan dan analisis teknis menunjukkan bahwa kombinasi antara kemiringan lereng curam dan kerusakan hutan menjadi pemicu utama meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi di wilayah tersebut.
Sejumlah titik berada dalam kategori rawan tinggi, terutama di Pasirwangi bagian atas, dengan kemiringan lereng mencapai 30–40 derajat. Analisis stabilitas lereng menunjukkan bahwa pada kemiringan 30° faktor keselamatan (FS) masih “marginal aman”. Namun, ketika lereng mencapai 34°–35°, nilai FS berada di angka kritis sekitar 1.0, artinya tanah sangat mudah bergerak dan berpotensi longsor.
Kerusakan hutan memperburuk kondisi. Penurunan tutupan vegetasi di beberapa blok menyebabkan tanah kehilangan daya ikat alami dari akar pepohonan. Selain meningkatkan peluang longsor, kondisi ini juga memicu kenaikan drastis limpasan air hujan. Pada curah hujan sedang hingga tinggi, limpasan permukaan dapat meningkat lebih dari dua kali lipat ketika tutupan vegetasi menurun dari 80% menjadi sekitar 20%.

Akibatnya, dua desa di Pasirwangi dilaporkan mengalami banjir bandang kecil pada sore hari. Air bercampur lumpur, batu, dan material organik dari atas lereng menutup sebagian akses jalan dan merusak irigasi pertanian.
Warga setempat mengaku sangat khawatir. “Dulu air tidak pernah sebesar sekarang. Setelah pepohonan banyak ditebang, sekali hujan langsung banjir,” ujar seorang warga Kampung Cikole.
Komentar Ipung (Forum Pemerhati Lingkungan Garut)
Ketua investigasi lingkungan dari FPLG, Ipung, menegaskan bahwa akar persoalan di Pasirwangi bukan semata-mata fenomena hujan, melainkan kerusakan ekosistem yang sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa pengawasan memadai.
Menurut Ipung:
“Pasirwangi ini sudah seperti bom waktu. Lerengnya curam, hutannya hilang, dan aktivitas manusia tidak dikendalikan. Setiap hujan deras, energi air tidak lagi tertahan oleh vegetasi—semua meluncur ke bawah membawa tanah dan batu. Jika tidak segera dihentikan, kita sedang menunggu bencana yang lebih besar.”
Ipung menyebut sejumlah temuan lapangan, di antaranya:
Adanya bekas-bekas longsoran tua yang kembali aktif setelah hujan intens.
Meningkatnya aliran permukaan pada blok hutan yang gundul.
Lubang-lubang resapan alami yang tertutup akibat aktivitas alih fungsi lahan.
Jalur aliran air baru yang memotong pemukiman dan kebun warga.
Ia menegaskan bahwa Pasirwangi membutuhkan intervensi cepat dan tegas dari pemerintah daerah.
Langkah Pemerintah dan Rekomendasi Pakar
Pemerintah Kecamatan Pasirwangi menyatakan bahwa pendataan titik rawan saat ini sedang dilakukan, dan koordinasi dengan BPBD telah berjalan.
Sementara itu para pakar dan pemerhati lingkungan merekomendasikan langkah-langkah berikut:
Rehabilitasi vegetasi pada lereng-lereng dengan kemiringan >30°
Penguatan drainase dan pembangunan turap pada titik rawan longsor
Penegakan hukum terhadap alih fungsi lahan ilegal
Penetapan jalur hijau permanen untuk menahan aliran permukaan
Monitoring harian saat puncak musim hujan
Tanpa tindakan konkret, Pasirwangi diperkirakan akan menghadapi bencana yang lebih besar seiring meningkatnya intensitas hujan tahunan. Warga berharap pemerintah tidak hanya memberi imbauan, tetapi segera melakukan langkah pemulihan agar keseimbangan lingkungan (red)
