![]()

Garut – Medialibas.com, – Di atas kertas, aktivitas pertambangan itu berizin. Plang terpampang, dokumen administratif lengkap, dan operasi berjalan terang-terangan. Namun di lapangan, hutan tetap dihancurkan, sungai tercemar, dan masyarakat sekitar menanggung dampak berkepanjangan. (19 Desember 2025 ) Inilah wajah “tambang tampak berizin”—legal secara administratif, namun bermasalah secara moral, ekologis, dan konstitusional.
Fenomena tambang tampak berizin menunjukkan bahwa izin bukan jaminan kepatuhan. Di banyak wilayah, kegiatan pertambangan berjalan melampaui batas izin, mengabaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta lalai menjalankan kewajiban reklamasi dan pascatambang.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kerusakan kawasan hutan akibat pertambangan—baik ilegal maupun berizin—mencapai ratusan ribu hektare setiap tahun. Ironisnya, sebagian besar kerusakan justru berasal dari perusahaan yang secara formal mengantongi IUP, namun lemah pengawasan.
“Jika tambang tampak berizin tetapi merusak hutan, maka izin itu kehilangan legitimasi moral. Ini bukan lagi soal legalitas, melainkan pengkhianatan terhadap bangsa,” tegas Tedi Sutardi, Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS).
Ia menilai, pembiaran terhadap tambang tampak berizin yang merusak lingkungan adalah bukti lunturnya nasionalisme negara dalam menjaga tanah airnya sendiri.
“Nasionalisme bukan jargon. Nasionalisme adalah keberanian mencabut izin ketika hutan dihancurkan. Jika negara diam, maka yang berizin itu bukan tambangnya, tapi kehancurannya,” lanjutnya.
Negara Hadir di Meja Izin, Absen di Lapangan
LIBAS menilai lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan pusat telah menjadikan izin tambang sebagai tameng hukum bagi korporasi. Penegakan hukum kerap berhenti pada sanksi administratif ringan, tanpa pemulihan ekologis yang nyata.
Kondisi ini berdampak langsung pada masyarakat lokal: hilangnya sumber air bersih, meningkatnya risiko banjir dan longsor, serta konflik sosial akibat ruang hidup yang menyempit.
Dasar Hukum yang Seharusnya Menjerat Tambang Tampak Berizin
- UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3)
Negara wajib menguasai dan mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat, bukan membiarkan perusakan. - UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH
- Pasal 69 Ayat (1): Melarang perusakan lingkungan hidup.
- Pasal 98–99: Sanksi pidana bagi pelaku perusakan, termasuk korporasi.
➜ Izin tidak menghapus pidana.
- UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
- Pasal 50 & 78: Larangan dan sanksi perusakan hutan, termasuk oleh pemegang izin.
- UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba
- Pasal 96, 100: Kewajiban reklamasi dan pascatambang.
- Pasal 161B: Pidana bagi pemegang IUP yang tidak melaksanakan kewajiban.
Seruan Tegas LIBAS
LIBAS mendesak:
- Audit menyeluruh izin tambang
- Pencabutan IUP bermasalah
- Pidana korporasi, bukan hanya sanksi administratif
- Pemulihan ekologis berbasis kerusakan nyata
“Tambang boleh tampak berizin, tapi jika hutan rusak dan rakyat menderita, maka itu adalah tambang yang melawan konstitusi,” pungkas Tedi Sutardi.
Hutan yang habis adalah bukti: izin tanpa pengawasan hanyalah legalisasi kehancuran. ( red)
