
GARUT,Medialibas.com — Dunia boleh bersorak atas pengesahan Resolusi A/RES/76/300 oleh Majelis Umum PBB pada 28 Juli 2022. Sebanyak 161 negara menyatakan bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. Namun di Garut, di mana tambang liar mencabik hutan lindung dan limbah mencemari sungai-sungai suci, hak asasi ini terinjak-injak setiap hari.
Deni, pemerhati lingkungan hidup asal Garut, menyebut bahwa resolusi PBB itu bukan hanya dokumen global, tetapi tamparan keras bagi pemerintah dan masyarakat yang selama ini membiarkan ekosistem dirusak tanpa perlawanan berarti. (22/6/2025)
“Apa yang terjadi di Garut hari ini? Gunung digerus, sungai diracuni, lahan dicaplok pengusaha rakus. Ini bukan sekadar pelanggaran lingkungan. Ini adalah pengkhianatan terhadap hak asasi manusia. Pembiaran adalah kejahatan,” tegas Deni dengan suara bergetar menahan amarah.
Bukan Sekadar Resolusi, Ini Alarm Kemanusiaan
PBB dengan tegas menyatakan: hak atas lingkungan yang sehat adalah hak setiap manusia. Ini berarti:
- Setiap pohon yang ditebang sembarangan adalah pelanggaran hak manusia.
- Setiap air sungai yang tercemar adalah ancaman terhadap hak hidup anak-anak kita.
- Setiap tambang ilegal yang dibiarkan aparat adalah pengkhianatan terhadap konstitusi dan kemanusiaan.
Sikap Diam = Ikut Merusak
Deni menegaskan bahwa tidak ada lagi ruang untuk netralitas dalam isu lingkungan. Siapa pun yang diam saat kejahatan ekologis terjadi — dari pejabat hingga warga biasa — adalah bagian dari kerusakan itu sendiri.
“Jangan mengaku cinta Garut kalau membiarkan Gunung Guntur digerus tambang ilegal. Jangan bicara pembangunan kalau sumber air dihancurkan. Itu bukan pembangunan, itu pemusnahan,” kecamnya.
Edukasi: Hukum Sudah Jelas, Masalahnya di Moral
Resolusi PBB ini memperkuat banyak regulasi yang sudah dimiliki Indonesia:
- UUD 1945 Pasal 28H dan 33 menjamin hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik.
- UU Nomor 32 Tahun 2009 mewajibkan negara dan pelaku usaha melindungi dan memulihkan lingkungan.
- Perda RTRW diabaikan secara terang-terangan demi proyek jangka pendek yang membunuh jangka panjang.
“Hukum kita sebenarnya lengkap. Tapi hukum tanpa moral akan jadi alat legal untuk merusak. Inilah yang sedang terjadi,” ujar Deni.
Seruan Keras: Bertindak atau Tunggu Hancur
Dalam pesannya yang tajam, Deni menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat:
- Untuk Pemerintah: Jangan jadi pengecut. Cabut izin tambang yang merusak. Tindak pejabat yang membekingi. Lakukan audit lingkungan secara menyeluruh.
- Untuk Penegak Hukum: Jangan hanya tajam ke rakyat kecil. Tangkap pelaku perusak lingkungan yang pakai jas dan dasi.
- Untuk Rakyat: Jangan hanya marah di media sosial. Kawal ruang hidupmu. Laporkan. Bergerak. Lawan.
- Untuk Pengusaha: Jika Anda membangun dengan merusak, Anda sedang menyiapkan kuburan massal untuk generasi mendatang.
Kesimpulan: Ini Tentang Hidup atau Mati
PBB telah berbicara. Dunia telah mengakui. Sekarang waktunya Garut — dan seluruh Indonesia — memilih: tetap buta dan tuli, atau berdiri membela hak hidup bersama.
“Kami tidak minta banyak. Kami hanya ingin air bersih, tanah subur, hutan lestari, dan udara segar untuk anak cucu kami. Kalau itu masih kalian rampas juga, maka ingatlah: Alam bisa menunggu, tapi ketika ia membalas, tak ada hukum manusia yang bisa menghentikannya,” tutup Deni dengan nada peringatan. (AA)