
Garut,MediaLibas.com – Aktivis lingkungan Kabupaten Garut, H. Didi, kembali menyuarakan keprihatinannya terhadap maraknya pembangunan yang dilakukan tanpa memperhatikan batas daya dukung dan daya tampung lingkungan, terutama di kawasan konservasi dan daerah resapan air. Menurutnya, pembangunan seperti itu hanya akan meninggalkan jejak kehancuran ekologis dan kesenjangan sosial yang berkepanjangan.
“Dampak pembangunan yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan konservasi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan penurunan kualitas hidup masyarakat,” ujar H. Didi dalam diskusi publik , Kamis (19/6,2025).
Ia menjelaskan bahwa daya dukung lingkungan adalah batas kemampuan lingkungan dalam mendukung aktivitas manusia dan pembangunan tanpa merusak keseimbangan ekosistem, sementara daya tampung lingkungan merujuk pada seberapa banyak tekanan yang dapat diterima lingkungan tanpa menyebabkan penurunan fungsi.
“Ketika dua batas ini dilanggar, maka terjadilah bencana ekologis: banjir, longsor, krisis air, bahkan konflik sosial karena sumber daya yang semakin langka,” tambahnya.
Kasus Nyata: Alih Fungsi Kawasan Konservasi di Garut
H. Didi mencontohkan kasus-kasus alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi kawasan perumahan mewah dan vila, terutama di sekitar kaki Gunung Guntur dan Cikuray, yang sebelumnya merupakan wilayah tangkapan air penting. Proyek-proyek tersebut, menurutnya, tidak melalui kajian lingkungan yang layak, bahkan seringkali memanipulasi dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Kami sudah temukan sendiri bagaimana perizinan bisa keluar untuk bangunan besar di kawasan yang secara hukum tidak boleh disentuh. Ini jelas melanggar prinsip kehati-hatian dan menyalahi tata ruang,” tegasnya.
Tinjauan Hukum: UU Cipta Kerja dan UU Lingkungan Hidup
Aktivis yang sudah dua dekade bergerak di isu ekologi ini mengingatkan bahwa pembangunan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan adalah pelanggaran terhadap hukum negara.
✅ UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
- Pasal 1 ayat (10): Menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.
- Pasal 37–40: Mengatur bahwa kegiatan yang berdampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib menyusun AMDAL, dan pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan teknis serta hasil kajian publik.
- Pasal 69 ayat (1) huruf a dan b: Melarang setiap orang melakukan perusakan lingkungan hidup dan mengelola usaha tanpa izin lingkungan.
✅ UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) — yang mengubah beberapa ketentuan UU 32/2009:
- Pasal 22: Pemerintah pusat dan daerah wajib menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan tata ruang dan perizinan.
- Pasal 23: Menyebutkan bahwa kegiatan berusaha harus tetap tunduk pada ketentuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan, termasuk kewajiban AMDAL dan audit lingkungan secara berkala.
- Pasal 36A dan 36B (hasil perubahan): Menyebutkan bahwa perizinan berusaha yang tidak memenuhi persyaratan lingkungan dapat dibatalkan secara hukum.
“UU Cipta Kerja memang bertujuan mempercepat investasi, tapi bukan berarti lingkungan bisa dikorbankan. Pemerintah punya tanggung jawab konstitusional untuk memastikan daya dukung dan daya tampung menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan,” ujar H. Didi.
Desakan Audit Lingkungan dan Revisi Tata Ruang
Melihat kerusakan ekologis yang kian meluas, H. Didi mendesak agar Pemkab Garut segera:
- Melakukan audit lingkungan pada seluruh proyek pembangunan besar dalam lima tahun terakhir, terutama yang berada di kawasan sensitif secara ekologis.
- Merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar selaras dengan peta rawan bencana, konservasi air, dan habitat keanekaragaman hayati.
- Menghentikan sementara penerbitan izin di kawasan konservasi hingga ada kajian ilmiah independen.
- Menindak oknum birokrat yang terlibat dalam penyalahgunaan izin pembangunan.
“Kalau kita terus biarkan pembiaran ini terjadi, maka lima tahun lagi Garut tak hanya kehilangan hutan dan air, tapi juga masa depan generasinya. Ini bukan sekadar perjuangan hijau-hijauan, ini tentang kelangsungan hidup kita semua,” pungkasnya.
Catatan Redaksi:
Pembangunan yang berorientasi ekonomi tanpa fondasi ekologis hanya akan menciptakan ilusi kemajuan. Dalam konteks hukum nasional, negara wajib melindungi lingkungan hidup, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28H dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, yang menegaskan hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pentingnya pembangunan berkelanjutan berbasis keadilan sosial.
Masyarakat berhak untuk mengawasi dan mengkritisi setiap kebijakan yang berpotensi merusak alam, dan suara seperti yang disampaikan oleh H. Didi harus mendapat tempat dalam pengambilan keputusan publik. Garut bukan hanya warisan, tapi juga amanah. (AA)