
Bandung,Medialibas.com – Hidup tidak selalu berpihak, namun bagi Anwas (53), warga Binong Kulon RT 06/01, Kelurahan Binong Jati, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat menyerah bukanlah pilihan. Diketahui sejak dari tahun 1998, ia menggantungkan hidup dengan mengayuh becak. Namun, seiring hadirnya transportasi modern, roda becaknya tak lagi banyak dicari.
Kini, jalan hidup membawanya menjadi juru parkir di ruas Jalan Binong Jati – Gatot Subroto. Setiap hari, dari pukul 06.00 hingga 18.00 WIB, ia berdiri di tepi jalan, membantu pengendara dan menolong pejalan kaki menyeberang. Panas, debu, hingga bising kendaraan sudah jadi kesehariannya.
“Daripada menganggur, lebih baik saya bekerja sambil ibadah, menolong orang nyebrang dan menjaga kendaraan,” ungkap Anwas saat ditemui, Kamis (11/09/2025).
Bertahan dengan Penghasilan Tak Menentu
Penghasilan sebagai juru parkir jelas jauh dari cukup. Rata-rata hanya Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per hari. Dari pengendara roda empat, bayaran tertinggi hanya Rp2.000, bahkan tak jarang ia hanya menerima Rp500, atau malah tak diberi apa pun.
Di balik penghasilan kecil itu, Anwas masih harus membayar kontrakan, biaya hidup sehari-hari, dan kebutuhan sekolah dua anaknya. Agar dapur tetap berisi, ia kadang bekerja sebagai kuli panggul di pasar. Namun, tetap saja tidak mencukupi. Jalan terakhir yang kerap ditempuh adalah meminjam uang ke bank keliling dengan bunga mencekik.
“Kalau tidak pinjam, kebutuhan rumah tidak bisa terpenuhi. Anak-anak harus sekolah, perut juga harus diisi,” ucapnya lirih.
Minim Perhatian, Sekadar Bertahan
Bantuan dari pemerintah, menurut Anwas, nyaris tidak pernah menyentuh dirinya. Selama ini, ia hanya sekali-sekali menerima beras 10 kilogram dari kelurahan, itu pun tidak rutin.
“Penghasilan tidak sebanding dengan pengeluaran. Tolonglah perhatikan rakyat kecil,” pintanya penuh harap.
Potret Kehidupan Jalanan
Kisah Anwas menjadi gambaran nyata perjuangan masyarakat kecil di tengah sempitnya lapangan kerja dan mahalnya biaya hidup. Juru parkir yang sering dianggap remeh, bagi Anwas adalah tumpuan hidup keluarga.
Meski tubuhnya tak lagi muda, ia tetap tegak berdiri di jalanan demi sesuap nasi dan demi masa depan anak-anaknya. Harapannya sederhana: tetap bisa bekerja, anak-anaknya bisa sekolah, dan ada kepedulian nyata dari pemerintah terhadap rakyat kecil.
“Harapan saya sederhana, bisa tetap kerja, anak-anak bisa sekolah, dan ada perhatian untuk orang-orang kecil seperti saya,” pungkasnya. (AGS)