
Oplus_131072
Garut,Medialibas.com – Polemik penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) 2025 kembali menyeruak di Kabupaten Garut. Aktivis Kebijakan Publik dan Sosial, Undang Herman, menilai program tersebut tidak hanya gagal menyentuh sasaran, tetapi juga dipenuhi penyimpangan yang meninggalkan luka sosial serta tanda tanya besar soal akuntabilitas pemerintah daerah.
Menurutnya, BLT DBHCHT seharusnya menjadi penopang kesejahteraan petani dan buruh tani tembakau. Namun kenyataan di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya: banyak petani malah terpinggirkan, sementara pihak-pihak yang tak berkaitan dengan sektor tembakau ikut menikmati alokasi dana tersebut.
“Bagaimana mungkin orang yang tidak pernah berkeringat di ladang tembakau bisa mendapatkan bantuan, sementara petani asli dibiarkan gigit jari?” tegas Undang dengan nada geram saat diwawancarai awak media pada. Jum’at, (19/09/2025).
Dugaan Bancakan dan Pemotongan Dana
Undang juga menyinggung dugaan pemotongan dana yang dilakukan oknum tertentu. Praktik bancakan, katanya, masih menjadi penyakit kronis dalam penyaluran bantuan sosial. Uang yang seharusnya mendarat di tangan rakyat justru berhenti di saku pribadi pihak-pihak tak bertanggung jawab.
“Ini bukan sekadar kecurangan kecil, tapi perampokan hak rakyat. Semua orang tahu, tapi seolah dibiarkan terjadi,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menilai sistem distribusi yang tidak transparan telah membuka ruang bagi para “pemburu rente” untuk bergerak bebas, memperebutkan bagian layaknya predator di kebun binatang.
Camat Dijadikan Kambing Hitam
Undang juga mengkritik langkah pemerintah daerah yang seakan menjadikan pimpinan kecamatan sebagai kambing hitam. Padahal, menurutnya, persoalan ini berakar dari lemahnya kebijakan dan pengawasan di level atas.
“Teman-teman di kecamatan hanya menjalankan instruksi. Mengkambinghitamkan mereka sama saja dengan menutupi masalah besar di tingkat kebijakan,” jelasnya.
Kasus Selalu “Menguap”
Yang lebih mengkhawatirkan, kata Undang, setiap laporan dan aduan terkait BLT DBHCHT selalu berakhir tanpa tindak lanjut. Kasusnya kerap menguap begitu saja, meninggalkan kekecewaan publik.
“Pertanyaan publik sederhana: sampai kapan ini dibiarkan? Apakah karena ada kepentingan besar yang dilindungi?” sindirnya.
Seruan Tegas untuk Audit dan Transparansi
Undang mendesak Bupati Garut dan Dinas Sosial untuk membuka daftar penerima secara transparan serta melakukan audit independen. Ia menegaskan, oknum-oknum yang bermain harus diproses hukum agar publik tidak terus menjadi korban.
“Kalau dibiarkan, mereka hanya menunggu kesempatan untuk merampok lagi dengan cara yang lebih rapi dan lebih sulit dideteksi. Pertanyaan besar sekarang: siapa yang akan bertanggung jawab? Bupati? Kadinsos? Atau rakyat lagi yang harus menanggung akibatnya?” tandasnya.
Catatan: Pernyataan keras Undang Herman ini menjadi alarm jelang penyaluran BLT DBHCHT berikutnya. Publik kini menunggu, apakah pemerintah daerah akan berani bertindak tegas atau kembali membiarkan kisruh lama terulang. (A1)