
Garut,Medialibas.com – Penyaluran bantuan revitalisasi sekolah di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang semestinya murni untuk meningkatkan mutu pendidikan, kini dicoreng isu tak sedap. Informasi yang beredar menyebut, bantuan senilai ratusan juta rupiah untuk perbaikan sekolah justru dipotong oleh segelintir oknum dengan dalih sebagai “biaya pelicin”.
Dari data yang dihimpun, setiap sekolah penerima bantuan sebesar Rp200 juta disebut-sebut harus menyetor hingga Rp30 juta atau sekitar 15 persen. Dana itu diminta oleh oknum tertentu yang menjanjikan kelancaran pencairan. Praktik seperti ini jelas menyalahi aturan dan merusak tujuan mulia dari program pemerintah pusat.
Bupati Syakur Angkat Suara
Kabar adanya pungutan liar (pungli) dalam program bantuan sekolah ini langsung sampai ke telinga Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin. Ia tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Dengan tegas, ia menegaskan tidak akan mentolerir adanya permainan kotor dalam penyaluran bantuan pendidikan.
“Ya, saya sempat mendengar. Itu kan program langsung dari Pemerintah Pusat, mekanismenya tidak melalui Disdik Garut. Saya sangat menyayangkan kalau sampai ada yang bermain seperti ini,” kata Syakur kepada wartawan, Selasa (19/08/2025).
Syakur menekankan, program ini sepenuhnya didanai oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan, sehingga pencairan tidak melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Dana dikirim langsung ke rekening sekolah penerima. Karena itu, menurutnya, mustahil jika ada pihak yang memanfaatkan program tersebut untuk mencari keuntungan pribadi.
Fiskal Daerah Lemah, Bantuan Pusat Sangat Krusial
Lebih lanjut, Syakur mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah pusat mengucurkan dana untuk rehabilitasi sekolah merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, kondisi fiskal Kabupaten Garut tahun 2025 masih belum mampu mengalokasikan anggaran yang memadai untuk memperbaiki bangunan sekolah rusak.
“Idenya sangat baik, karena memang fiskal daerah tidak mampu memperbaiki. Dengan adanya bantuan ini, seharusnya murni digunakan untuk kepentingan sekolah, bukan dipotong atau dipungli,” jelasnya.
Syakur pun menegaskan bahwa tindakan oknum yang mencoba mengambil keuntungan dari program ini sama saja mengkhianati kepercayaan pemerintah pusat dan merugikan masa depan pendidikan di Garut.
Instruksi Tegas untuk Disdik Garut
Menindaklanjuti informasi pungli, Syakur langsung menginstruksikan Dinas Pendidikan Garut untuk melakukan pendalaman. Ia menilai, jika benar terjadi, praktik pungutan liar itu tidak hanya melawan hukum, tetapi juga merusak niat baik dari pemerintah pusat.
“Saya sudah meminta Disdik untuk menelusuri dan mendalami informasi ini. Kalau benar ada pungutan, jelas ini sangat mengganggu tujuan program pemerintah pusat. Kita harus pastikan penggunaan dana sesuai aturan,” tegasnya.
Namun begitu, Syakur menambahkan bahwa kewenangan penuh untuk menindak kasus ini bukan berada di inspektorat daerah, melainkan di Inspektorat Kemendikdasmen. Sebab, sumber anggaran rehabilitasi sekolah berasal langsung dari kementerian, bukan dari APBD.
Data Bantuan Masih Misterius
Ketika ditanya lebih jauh mengenai berapa jumlah sekolah yang menerima bantuan dan berapa total anggaran yang digelontorkan, Syakur mengaku tidak tahu. Pasalnya, mekanisme penyaluran bantuan langsung ditangani oleh pusat tanpa melibatkan pemerintah kabupaten.
“Jumlah bantuannya berapa, sekolahnya mana saja, kami tidak tahu. Karena memang mekanismenya langsung dari pusat ke sekolah, tidak melalui Disdik Garut. Kami tidak mendapat lampiran resmi,” jelasnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Garut tidak memiliki data teknis mengenai alokasi bantuan, sehingga segala bentuk pungutan yang mengatasnamakan pemerintah daerah patut dicurigai sebagai ulah oknum.
Ancaman bagi Dunia Pendidikan Garut
Dugaan pungli dalam program bantuan rehabilitasi sekolah ini jelas menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan di Garut. Program yang sejatinya dirancang untuk memperbaiki fasilitas belajar anak-anak, bisa terhambat jika anggaran dipotong oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Selain merugikan sekolah penerima, praktik ini juga berpotensi menurunkan kualitas pembangunan. Dana yang seharusnya digunakan penuh untuk memperbaiki gedung sekolah, justru berkurang signifikan karena adanya setoran ilegal.
Desakan Publik untuk Penindakan Tegas
Kasus ini kini menjadi perhatian publik. Banyak pihak menilai, aparat penegak hukum dan Kementerian Pendidikan harus turun tangan mengusut dugaan pungli. Jika dibiarkan, praktik semacam ini bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mencederai semangat pemerataan pendidikan.
Masyarakat berharap, Bupati Garut tidak berhenti pada perintah pendalaman kepada Disdik, tetapi juga mendorong investigasi resmi ke Kementerian Pendidikan maupun aparat penegak hukum. Transparansi dan akuntabilitas dinilai menjadi kunci agar program pusat benar-benar sampai ke sasaran. (Dens)