
Garut, Medialibas.com –
Di tengah derasnya arus pembangunan dan kerakusan industri yang terus menggerus ruang hidup alam, suara lantang datang dari Marwan, seorang pemerhati lingkungan hidup yang sudah puluhan tahun meneliti dan turun langsung ke lapangan. Ia menegaskan bahwa cagar alam bukan sekadar “ruang hijau”, melainkan benteng terakhir kehidupan.
“Cagar alam itu nafas bumi. Kalau hancur, manusia yang pertama akan sesak,” tegas Marwan dengan nada geram saat ditemui di kawasan konservasi yang kini terancam oleh aktivitas perambahan liar.
Fungsi Vital Cagar Alam
Marwan mengingatkan bahwa fungsi cagar alam tidak bisa dinilai dengan uang atau sekadar proyek.
Perlindungan Keanekaragaman Hayati – Menjadi benteng terakhir flora-fauna langka, termasuk spesies yang sudah hampir punah.
Penelitian Ilmiah – Menjadi laboratorium hidup bagi generasi ilmuwan, bukan lahan tambang atau perkebunan instan.
Pendidikan dan Kesadaran – Tempat anak-anak bangsa belajar arti kehidupan yang sejati, bukan sekadar hafalan teori di kelas.
Pengaturan Iklim & Air – Penjaga kualitas air dan udara, yang ironisnya baru disadari ketika banjir bandang atau kekeringan melanda.
Pariwisata Alam – Ekowisata berkelanjutan yang mendidik, bukan eksploitasi massal yang meninggalkan sampah.
Manfaat yang Diabaikan
“Cagar alam menjaga keseimbangan ekosistem, menjadi rumah bagi ribuan makhluk hidup, dan ikut menjaga kualitas hidup manusia. Ironisnya, semua manfaat itu justru dilupakan oleh penguasa yang sibuk berbicara pembangunan tanpa arah,” ungkap Marwan.
Ia menambahkan, kerusakan yang menimpa satu kawasan cagar alam sama saja dengan mengoyak jantung bumi. Ketika satu spesies hilang, maka rantai kehidupan terputus. Akibatnya, manusia sendiri yang akan menuai bencana.
Pengelolaan Masih Lemah
Menurut Marwan, pengelolaan cagar alam di Indonesia sering kali hanya jadi laporan di atas kertas. “Seharusnya pemerintah, organisasi lingkungan, hingga masyarakat lokal bergerak bersama. Tapi faktanya, perambahan tetap dibiarkan, pungli berkedok izin masih terjadi, dan masyarakat dibiarkan buta akan arti penting cagar alam,” tegasnya.
Narasi Edukasi dan Alarm Bahaya
Marwan menutup pernyataannya dengan nada ekstrem:
“Jangan kira manusia bisa hidup tanpa cagar alam. Air yang kau minum, udara yang kau hirup, tanah tempatmu berpijak—semuanya bergantung pada hutan yang kau rusak. Jika hari ini kau diam, besok anak cucumu hanya bisa belajar tentang hutan dari buku, bukan dari kenyataan bencana terjadi bukan berarti alam sedang menghukum umat manusia tetapi bencana akibat ulah dari keserakahan umat manusia itu sendiri..(AA)