Oleh: Tedie Sutardy, Pemerhati Lingkungan dan Kebijakan Publik

Pengantar: Antara Hukum dan Keserakahan
Garut, Medialibas.com Cagar Alam Kamojang – Gunung Guntur merupakan jantung ekologis bagi wilayah Garut dan sekitarnya. Ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan status cagar alam, wilayah ini seharusnya menjadi benteng terakhir perlindungan keanekaragaman hayati, sistem penyangga kehidupan, dan pusat edukasi lingkungan. Namun fakta di lapangan berkata lain: kawasan ini telah lama menjadi sasaran empuk aktivitas ilegal, disusupi oleh kepentingan jangka pendek, serta menjadi korban dari pembiaran dan lemahnya pengawasan kebijakan publik. (5/6/2025)
Fungsi Suci yang Dicemari
Sesuai amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, fungsi cagar alam meliputi:
- Perlindungan Keanekaragaman Hayati:
Kamojang – Gunung Guntur menjadi habitat berbagai spesies endemik seperti Macan tutul, trenggiling, dan elang jawa juga burung jenis lainya . Namun, pembalakan liar dan alih fungsi lahan telah membuat keberadaan mereka kian terancam. - Penopang Sistem Kehidupan:
Kawasan ini menyimpan sumber air penting dan hutan yang mencegah erosi, namun justru kini digerogoti oleh pembangunan liar dan perluasan usaha pariwisata yang tak berizin. - Edukasi dan Penelitian:
Dosen dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi kerap menjadikan wilayah ini sebagai laboratorium alam. Sayangnya, kini lebih banyak “praktik keliru” yang dipelajari—bukan ilmu konservasi, melainkan cara-cara melanggar aturan melalui celah-celah regulasi. - Rekreasi Terbatas:
Walau diperbolehkan secara terbatas, banyak pelaku wisata memanfaatkan celah ini untuk membuat jalur motor trail ilegal, spot selfie liar, hingga pembukaan warung-warung semi permanen dalam zona inti konservasi.
Rekam Jejak Pelanggaran: Potret Kelam dari Arsip Media Daerah
Perambahan dan Alih Fungsi Lahan
Tercatat adanya pembukaan lahan untuk vila, glamping, dan kebun pribadi di kawasan cagar alam dengan dalih “pengembangan potensi wisata rakyat”.
Galian C Ilegal dan Kerusakan Topografi
Aktivitas penambangan pasir dan batu (galian C) di sekitar kaki Gunung Guntur yang seharusnya steril dari eksploitasi, kini semakin marak. Gunung dikuliti siang dan malam. Tanpa pengawasan, bekas galian membentuk jurang curam yang mempercepat longsor saat musim hujan. Selain merusak bentang alam, aktivitas ini memicu sedimentasi tinggi ke sub das Sungai Cimanuk, memperparah ancaman banjir dan pencemaran air.
Premanisme dan Pungli Berkedok Koordinasi
Tak hanya soal kerusakan fisik, berbagai laporan menyebutkan adanya praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum berkedok “koordinator lapangan” atau “pengamanan lokasi”. Biaya-biaya ilegal ini menjadi penghalang bagi pengawasan dan restorasi. Premanisme dilegalkan secara sosial, sementara masyarakat sekitar takut melapor karena adanya intimidasi dan perlindungan terselubung dari oknum pejabat daerah.
Masuknya Kepentingan Swasta dan Aparatur
Laporan-laporan dari media daring lokal juga menyingkap keterlibatan oknum pejabat dalam penerbitan rekomendasi pembangunan di kawasan konservasi. Di antaranya pembangunan jalur off-road dan event wisata yang tak memiliki izin dari BKSDA.
Masyarakat: Di Antara Kebingungan dan Keputusasaan
Alih-alih diberikan edukasi lingkungan, masyarakat sekitar justru menjadi korban kebijakan yang bias. Pemerintah daerah kerap mendorong wisata tanpa memperjelas zona batas konservasi. Akibatnya, masyarakat digiring pada eksploitasi kawasan tanpa sadar tengah merusak rumah mereka sendiri.
“Kami hanya ingin hidup, tanah ini warisan nenek moyang, tapi tiba-tiba disebut kawasan konservasi dan kami diminta keluar. Tapi vila-vila itu kok malah berdiri?”
— Warga Desa Leles (nama disamarkan)
Pentingnya Evaluasi Total dan Restorasi Ekologis
Cagar Alam Kamojang – Gunung Guntur membutuhkan tindakan nyata:
- Penegakan Hukum yang Tegas:
Semua aktivitas yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No. P.76/MenLHK/Setjen/Kum.1/10/2015 harus segera dihentikan, termasuk penertiban tambang ilegal dan pungutan liar yang melibatkan premanisme. - Rehabilitasi Kawasan Rusak:
Bekas galian C harus direstorasi dengan pendekatan vegetatif dan sipil teknis. Prioritaskan reboisasi berbasis masyarakat dan awasi pelaksanaannya secara independen. - Audit Kebijakan Publik:
Diperlukan audit menyeluruh terhadap perizinan, pembangunan, dan aktivitas ekonomi yang ada di kawasan cagar alam, termasuk keterlibatan aparatur pemerintah dalam pembiaran atau perlindungan aktivitas ilegal. - Pendidikan Ekologis dan Partisipatif:
Edukasi lingkungan harus menjadi agenda wajib bagi semua desa penyangga, dengan melibatkan pemuda, sekolah, tokoh adat, dan perempuan, serta mengintegrasikannya ke dalam kurikulum lokal.
Penutup: Cagar Alam Bukan Ladang Investasi, Tapi Warisan Kehidupan
Kamojang – Gunung Guntur bukan ruang kosong yang boleh dibagi-bagi oleh elit atau dijual kepada pemodal. Ia adalah warisan ekosistem, tempat hidup bagi ribuan spesies, dan sistem penyangga kehidupan manusia. Jika kebijakan publik tidak kembali ke arah keberlanjutan, maka kita sedang menggali kubur untuk generasi mendatang. (AA)
#SelamatkanKamojang
#PulihkanGunungGuntur
#TolakTambangIlegal
#BubarkanPremanismeKonservasi