
Jakarta,Medialibas.com – Dalam momentum peringatan 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, berbagai elemen bangsa berkumpul untuk menyatakan sikap tegas: memberantas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Deklarasi lintas sektor ini berlangsung di Gedung D, Aula Lantai 2 Kemendiktisaintek, Jakarta, pada Selasa (22/8/2025), dan menjadi penanda kuatnya komitmen pemerintah, akademisi, hingga tokoh nasional dalam memperjuangkan perlindungan perempuan.
Acara yang digagas Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dosen Indonesia (DPP-ADI) tersebut dihadiri langsung Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauziah, Wakil Menteri Diktisaintek Prof. Fauzan, Ketua Umum DPP ADI Prof. Muhammad Ali Berawi, serta ratusan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Momentum Besar di Usia 80 Tahun Kemerdekaan
Ketua Program DPW-ADI DKI, Budiharjo, menyampaikan keprihatinannya terhadap masih tingginya angka kasus kekerasan yang menimpa kaum perempuan di tanah air. Ia menilai, di usia Indonesia yang sudah delapan dekade merdeka, seharusnya tidak ada lagi praktik kekerasan yang merendahkan martabat perempuan.
Nada keprihatinan yang sama juga disampaikan Dr. Titik Haryati, Ketua Bidang Kesetaraan Gender, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak DPP-ADI. Menurutnya, kekerasan seksual masih menjadi “luka besar” bangsa yang harus segera ditangani dengan langkah luar biasa.
“Dampaknya sangat besar bagi korban, tidak hanya fisik tapi juga psikis. Karena itu diperlukan langkah extraordinary untuk benar-benar menghentikan kekerasan seksual,” tegasnya.
Komitmen Pemerintah dalam Pencegahan Kekerasan
Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Diktisaintek Prof. Fauzan yang menjadi keynote speaker menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam. Ia menjelaskan, Kementerian Diktisaintek telah bekerja sama dengan Kementerian PPPA untuk melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual di seluruh kampus Indonesia.
“Deklarasi ini bukan sekadar simbolik. Kami ingin menjadikannya sebagai resolusi nasional. Kebutuhan seksual memang normal, tetapi harus ditempatkan pada koridor moralitas dan hukum. Kekerasan tidak boleh dibiarkan,” tegas Fauzan.
Sementara itu, Menteri PPPA Arifah Fauziah menekankan pentingnya tindak lanjut nyata. Ia mengingatkan bahwa berdasarkan data, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
“Ini adalah alarm keras yang tidak boleh diabaikan. Deklarasi ini harus diterjemahkan ke dalam program nyata dan langkah preventif yang terukur,” ujarnya lantang.
Perempuan sebagai Pilar Pembangunan
Ketua Umum DPP ADI, Prof. Muhammad Ali Berawi, dalam sambutannya menegaskan peran vital perempuan dalam pembangunan bangsa. Menurutnya, penguatan peran perempuan berawal dari rumah dan berlanjut hingga ke ruang publik.
“Pembangunan Indonesia tidak mungkin berhasil tanpa kontribusi perempuan. Deklarasi ini menjadi bukti nyata keseriusan kita dalam mengangkat martabat perempuan,” katanya.
Seminar Nasional: Menyatukan Perspektif dan Aksi
Selain penandatanganan deklarasi, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan seminar bertajuk “Sinergi dan Deklarasi Memberantas Kekerasan Terhadap Perempuan.”
Berbagai tokoh akademisi dan praktisi dihadirkan sebagai narasumber, di antaranya:
Prof. Manneke Budiman, Ph.D (Guru Besar UI) yang membahas kekerasan terhadap perempuan dari perspektif keluarga, masyarakat, dan pendidikan formal.
Prof. Dr. Sri Haryaningsih, M.Si (Guru Besar FISIP Universitas Tanjungpura) yang menekankan implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) di perguruan tinggi.
Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A (Dewan Pakar DPP-ADI) yang menyoroti kerentanan kampus terhadap praktik kekerasan seksual.
Irjen (Pol). Purn Dra. Desy Anggraeni (Deputi Perlindungan Hak Perempuan, KPPPA) yang mengulas upaya perlindungan hak perempuan dan pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dr. Titik Haryati, M.Ap., M.Pd (DPP-ADI) yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor.
Dr. (Can.) Erfandi (MUI Pusat) yang memaparkan dasar hukum serta strategi penindakan pelaku kekerasan terhadap perempuan.
Diskusi ini menghasilkan kesepakatan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak bisa ditangani secara parsial, melainkan melalui kerja bersama antara pemerintah, akademisi, masyarakat sipil, dan lembaga keagamaan.
Deklarasi Jadi Resolusi Nasional
Deklarasi bersama yang digagas DPP-ADI ini diharapkan tidak berhenti pada sebatas dokumen formal, melainkan menjadi roadmap nasional dalam melindungi perempuan. Sinergi lintas sektor dipandang penting untuk memperkuat sistem perlindungan, pencegahan, hingga penegakan hukum yang berpihak pada korban.
Di akhir acara, seluruh peserta yang hadir sepakat bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah musuh bersama bangsa. Deklarasi ini diyakini menjadi momentum penting untuk melangkah lebih konkret menuju Indonesia yang lebih beradab, berkeadilan, dan ramah terhadap perempuan. (Doni Prima)