
Garut,Medialibas.com – Momen yang semestinya menjadi perayaan cinta antara dua keluarga elite politik di Jawa Barat, justru berubah menjadi lembaran duka mendalam. Pada Jum’at siang, 18 Juli 2025, tragedi memilukan terjadi di kawasan Alun-alun Garut saat pernikahan megah digelar antara Putri Karlina, putri Wakil Bupati Garut, dan Maula Akbar, putra Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Di tengah tenda megah, hiasan mewah, dan barisan tamu VIP, kekacauan pecah. Sedikitnya 14 orang mengalami luka-luka akibat insiden desak-desakan, dan tiga orang meninggal dunia. Tragedi ini menimbulkan luka sosial dan kemarahan publik yang sulit dibendung.
Kronologi Singkat: Euforia yang Berubah Panik
Insiden terjadi sekitar pukul 13.30 WIB, setelah ribuan warga memadati Alun-alun Garut. Sejak pagi, masyarakat dari berbagai pelosok sudah berkumpul, sebagian karena kabar tersebarnya undangan makan gratis dari panitia penyelenggara.
Begitu gerbang mulai dibuka, situasi yang semula tertib berubah menjadi tidak terkendali. Tidak ada sistem pengaturan jalur masuk dan keluar, sementara dua titik penjagaan tidak mampu menahan arus massa. Dorongan antarwarga menyebabkan beberapa orang jatuh dan terinjak.
“Tiba-tiba semua mulai lari, ada yang teriak-teriak minta tolong. Saya lihat anak kecil tertindih, dan petugas mulai panik,” ungkap salah seorang warga, Dedi (41), saksi mata di lokasi kejadian.
Korban Jiwa dan Luka-Luka
Data resmi dari RSUD dr. Slamet dan RS Guntur Talun menyebutkan:
3 orang meninggal dunia, di antaranya:
Vania Aprilia (8 tahun), warga Kelurahan Sukamentri
Dewi Jubaedah (61 tahun) – asal Jakarta Utara
Bripka Cecep Saeful Bahri (39 tahun) – anggota Polres Garut yang gugur saat bertugas.
14 orang lainnya mengalami luka-luka, mulai dari cedera ringan, patah tulang, hingga trauma psikologis. Beberapa di antaranya masih menjalani perawatan intensif.
Salah satu korban luka, Lina (55 tahun), mengalami patah kaki akibat tertindih di dekat tangga tribun. “Saya hanya ingin makan siang. Tapi semua berubah jadi horor. Saya pingsan dan bangun sudah di rumah sakit,” katanya dengan suara lemah.
Kelalaian Sistemik: Tidak Ada Antisipasi Massal
Sorotan utama publik tertuju pada buruknya manajemen acara. Tidak adanya pembatas kerumunan, minimnya pengamanan, serta ketiadaan jalur evakuasi menjadi penyebab utama insiden maut ini.
Pihak panitia hingga kini belum memberikan pernyataan resmi. Begitu pula Pemerintah Kabupaten Garut dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang terlihat pasif dalam merespons tragedi ini.
“Kalau undang ribuan orang, seharusnya ada skenario darurat. Tapi ini jelas kelalaian. Rakyat dipanggil, tapi tidak dipikirkan keselamatannya,” ujar salah satu aktivis yang enggan di sebutkan namanya.
Ironi di Balik Panggung Hiburan
Meski tragedi telah terjadi, panggung utama tetap bergemuruh pada malam harinya. Musik terus dimainkan, tamu undangan berdansa, dan para pejabat terlihat tetap larut dalam perayaan.
Di sisi lain,suasana berbeda. Tangis keluarga korban pecah di ruang jenazah dan ruang tunggu rumah sakit. Kontras ini menjadi simbol keterpisahan yang menyakitkan antara elite penguasa dan rakyat biasa.
“Istri saya belum sadar. Anak saya trauma berat. Tapi pejabatnya tetap senyum-senyum di pesta. Apakah nyawa kami semurah itu?” ujar Andri, suami salah satu korban luka.
Tuntutan Keadilan dan Pertanggungjawaban
Desakan publik terus menguat. Beberapa elemen masyarakat sipil menyerukan dibentuknya tim independen pencari fakta, serta menuntut Gubernur dan Wakil Bupati untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada keluarga korban.
Sebagian kalangan bahkan mendorong agar dilakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan anggaran dan prosedur keamanan acara, mengingat pesta ini berskala besar dan melibatkan aparat serta fasilitas negara.
Penutup: Pesta yang Dibayar dengan Darah Rakyat
Pernikahan yang semestinya menjadi simbol kebahagiaan dan persatuan justru membuka luka sosial yang lebar. Tragedi ini mencerminkan kegagalan negara melindungi warganya bahkan di tengah perayaan.
Kini, pertanyaan yang menggema di tengah masyarakat Garut dan Jawa Barat bukan lagi soal siapa yang menikah, melainkan:
Siapa yang bertanggung jawab atas mereka yang mati dan terluka dalam pesta mewah ini? (A1)