
Garut,Medialibas.com – Upaya menggali kebenaran soal pengelolaan dana publik kembali berujung pada intimidasi. Insiden mengejutkan terjadi di Desa Gunamekar, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut Jawa Barat, pada Jum’at (08/08/2025) siang kemarin, ketika dua orang wartawan media online Jejak Kriminal.Net dikepung massa dan belasan perangkat desa sebelum sempat mewawancarai kepala desa terkait pengelolaan dana BUMDes.
Wartawan berinisial H itu datang dengan tujuan jelas, mengonfirmasi dan meminta keterangan soal pengelolaan anggaran BUMDes Ketahanan Pangan Tahun Anggaran 2025 senilai lebih dari Rp200 juta setara 20 persen dari Dana Desa yang seharusnya dialokasikan demi kesejahteraan warga. Namun langkahnya terhenti setelah suasana di sekitar kantor desa mendadak berubah tegang.
“Baru saja tiba, sudah ada sekitar 20 perangkat desa datang. Kepala desanya pun ada di situ. Mereka bilang resah dengan kedatangan saya. Saya hanya tersenyum, tapi jelas ini upaya menghalangi,” kata Heri, wartawan yang jadi korban pengepungan.
Buntut Pemberitaan Sebelumnya
Heri menduga reaksi berlebihan itu dipicu pemberitaan sebelumnya yang mengangkat dugaan penyimpangan pengelolaan BUMDes. Menurutnya, pola ini bukan kali pertama ia alami di Bungbulang.
“Dulu saya juga pernah dikerumuni massa waktu mau wawancara soal bantuan Kemensos yang diduga dimakan oknum kades. Setiap mau konfirmasi soal dana yang menjadi hak warga, selalu saja ada massa yang diprovokasi,” ujarnya saat di klarifikasi Medialibas.com melalui sambungan Whatsapp miliknya. Sabtu, (09/08/2025).
Massa yang Diduga Terorganisir
Dari pantauan di lapangan, massa yang mengelilingi wartawan tidak semuanya warga biasa. Ada yang mengenakan atribut perangkat desa, ada pula yang tampak seperti pendukung setia kepala desa. Situasi ini menguatkan dugaan bahwa pengepungan bukan terjadi spontan, melainkan hasil mobilisasi terencana untuk menghalangi proses wawancara dan publikasi informasi terkait penggunaan dana desa.
Kaperwil Jabar Jejak Kriminal.Net, Roni Santosa, menilai peristiwa ini mencerminkan perubahan budaya pemerintahan desa sejak adanya kucuran dana desa miliaran rupiah tiap tahun.
“Dulu, di zaman sebelum ada Dana Desa, pejabat desa ramah terhadap wartawan. Sekarang malah ada kesan bisa membeli dukungan warga untuk jadi benteng. Mungkin mereka tidak paham apa itu demokrasi dan fungsi pers,” tegas Roni.
Ancaman terhadap Kebebasan Pers
Insiden seperti ini tidak hanya menghambat kerja jurnalistik, tapi juga merusak hak masyarakat untuk tahu bagaimana uang negara digunakan. Intimidasi terhadap wartawan adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, yang menjamin kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi.
Menurut pengamat media, praktik mengerahkan massa untuk menghadang wartawan menciptakan iklim ketakutan yang dapat membuat liputan-liputan investigatif berhenti di tengah jalan. Ini bukan hanya masalah personal antara wartawan dan aparat desa, tapi soal hak publik mendapatkan informasi yang transparan.
Investigasi Tetap Berlanjut
Meski sempat dihadang, pihak redaksi Jejak Kriminal.Net menegaskan tidak akan mundur. Investigasi akan terus dilakukan demi memastikan kebenaran penggunaan dana BUMDes Gunamekar.
“Kami anggap ini risiko pekerjaan. Tapi justru makin menguatkan tekad kami untuk mengungkap fakta. Uang ratusan juta itu uang rakyat, dan rakyat berhak tahu,” tegas Roni.
Kasus ini menjadi catatan penting bahwa di sejumlah wilayah, transparansi dan keterbukaan informasi masih menjadi barang mahal. Selama intimidasi terhadap wartawan dibiarkan, ancaman terhadap demokrasi akan terus membayang. (Red)