
Garut,Medialibas.com – “Program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong, dikeluhkan warga. Oknum pemegang srtifikat setempat diduga melakukan pengutan liar (pungli) atas layanan pembuatan sertifikat gratis tersebut dan sekarang masih banyak warga yang belum mengambil sertifikat karena harus ditebus.
“Program Pemerintah pusat diduga telah disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu di Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Padahal, Redis merupakan program gratis pemerintah untuk masyarakat yang memenuhi syarat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 224 Tahun 1961.
“Warga kampung Wanasari yang dapat dipercaya, Desa Mekarsari,berani buka suara. Dia mengungkapkan bahwa dirinya telah menjadi korban pungli yang dilakukan oknum pemegang sertifikat Desa Mekarsari. Atas tindakan tersebut, pihaknya keberatan dengan aturan harus membayar sejumlah uang untuk mengambil sertifikat tanah. Padahal, program PTSL itu gratis.
”Saya bukan tidak tahu kalau gratis. Saya tahu dari telivisi kalau program dari Pak Jokowi ini gratis. Tapi kenapa harus bayar?” ujarnya dengan nada kecewa, saat dimintai keterangan oleh Medialibas.com pada. Rabu, (13-08-2025).
Bahkan ada salah seorang warga yang enggan di sebutkan namanya. Dia mengatakan, untuk mengambil sertifikat, warga harus bayar bervariasi dari Rp 500 ribu sampai Rp 4 juta, Pihaknya sudah membayar Rp 1 juta untuk dua sertifikat. Dua sertifikat itu terdiri atas tanah sertifikat rumah yang kini telah menjadi lahan kosong.
”Andaikan cuma bayar Rp 150 ribu masih mending. Ini mintanya Rp 500 ribu. Keberatan saya,” ungkapnya.
Menurut dia, mekanisme pengambilan sertifikat yang diberlakukan di Desa Mekarsari yakni ada uang ada barang. Karena demikian, saat itu dia tidak langsung mengambil sertifikat lantaran tidak punya uang. Baru diambil setelah ada uang penebusan.
Warga tersebut mengaku awalnya tidak mau tahu uang itu untuk apa. Sebab, dia membayar karena terpaksa dan benar-benar butuh sertifikat tersebut. ”Aslinya saya tidak mau. Tapi karena butuh sertifikat, saya terpaksa bayar,” tuturnya.
Dia menjelaskan, ketika itu pihaknya mengambil sertifikat di salah satu rumah yang memegang sertifikat. Sebab, saat itu bertepatan dengan hari libur. Jadi, proses transaksi pembayaran berlangsung di rumah tersebut.
”Saya lupa kapan, tapi Sabtu kalau tidak salah. Karena hari libur, jadi saya disuruh mengambil di rumahnya,” jelasnya.
Pria berusia 63 tahun itu juga menyebutkan, sebenarnya yang menjadi korban pungli hampir satu kampung. Bahkan, hal tersebut sudah berlangsung lama, tepatnya sejak pogram itu dilancurkan oleh pemerintah.
Warga tersebut menyatakan, dengan penarikan uang itu, ada salah seorang teman yang sampai sekarang tidak bisa mengambil sertifikatnya. Sebab, dia tidak punya uang untuk mengambil karena tergolong orang tidak mampu.
”Banyak warga yang sudah jadi korban. Teman saya saja hingga sekarang tidak bisa menebus sertifikat karena tidak punya uang,” ungkapnya.
Dia berharap, dugaan pungli itu segera diakhiri. Selain karena memberatkan, uang Rp 500 sampai Rp 3 juta digunakan untuk apa. ”Saya dan warga lainnya merasa keberatan. Saya ingin pelaku pungli ini dibuat jera biar tidak ada korban lagi. Mungkin sekarang Rp 500 ribu, kalau besok lebih bagaimana,apalagi ada ketakutan dipakai anggunan” katanya. (TIM).