
Garut,Medialibas.com – Krisis ekonomi yang semakin menekan masyarakat Garut kini berbuntut pada meningkatnya praktik eksploitasi anak. Fenomena anak-anak yang harus meninggalkan bangku sekolah demi mengamen, berjualan asongan, atau bahkan mengemis di jalanan menjadi pemandangan yang kian sering dijumpai.
Aktivis perempuan Garut, Ira Maryana, menyebut situasi ini sebagai cermin kegagalan pemerintah dalam melindungi hak-hak dasar anak.
Anak Jadi Korban Krisis Ekonomi
Dalam keterangannya pada Selasa (20/08/2025), Ira mengungkapkan keprihatinan mendalam melihat banyak anak yang seharusnya mendapat pendidikan, justru dipaksa oleh keadaan ekonomi untuk turun ke jalan.
“Ini bukan semata pilihan anak, melainkan keterpaksaan karena desakan hidup. Banyak keluarga di Garut tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga anak-anak dijadikan tulang punggung keluarga,” ujarnya.
Menurut Ira, kondisi ini sangat memprihatinkan karena secara psikologis anak kehilangan masa emas dalam tumbuh kembangnya. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar, bermain, dan membentuk karakter, terpaksa digantikan dengan beban ekonomi keluarga.
Bertentangan dengan Undang-Undang
Lebih jauh, Ira menegaskan bahwa fenomena tersebut sudah jelas melanggar aturan hukum. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, mengamanatkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan, kesehatan, serta perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.
“Jika anak-anak dipaksa mencari nafkah, itu sama saja dengan negara membiarkan pelanggaran hukum terjadi. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, seharusnya menjadi pelindung, bukan justru membiarkan situasi ini berlarut-larut,” tegasnya.
Kritik Keras ke P2TP2A Garut
Ira juga menyoroti peran Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut yang dinilainya tidak menjalankan fungsi maksimal.
“Apa kabar P2TP2A Garut? Apakah mereka tidak melihat anak-anak yang bertebaran di persimpangan jalan? Seharusnya lembaga ini berada di garda terdepan, tetapi justru diam dan tidak melakukan langkah konkret,” kritiknya tajam.
Menurut Ira, ketiadaan langkah nyata dari lembaga yang seharusnya menjadi benteng perlindungan anak ini akan semakin memperburuk keadaan. Ia menilai bahwa diamnya institusi terkait dapat diartikan sebagai bentuk pembiaran.
Solusi Konkret yang Mendesak
Ira mendesak agar Pemkab Garut segera mengambil langkah nyata. Ia menekankan bahwa penanganan eksploitasi anak tidak bisa hanya sebatas program di atas kertas, melainkan harus hadir langsung di lapangan.
Beberapa langkah yang didorong Ira antara lain:
Pemberian bantuan ekonomi langsung bagi keluarga miskin agar anak tidak dipaksa mencari nafkah.
Program pendidikan gratis dan beasiswa yang benar-benar menjangkau anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Pendampingan psikososial untuk anak-anak korban eksploitasi agar trauma tidak berlanjut.
Penguatan regulasi daerah agar aparat memiliki dasar hukum lebih kuat dalam melindungi anak.
“Anak-anak ini harus kembali ke sekolah. Jangan sampai mereka tumbuh dengan luka sosial hanya karena pemerintah gagal memenuhi kewajibannya,” tandas Ira.
Alarm Serius bagi Masa Depan
Lebih jauh, Ira mengingatkan bahwa fenomena ini tidak boleh dianggap remeh. Eksploitasi anak, menurutnya, adalah alarm serius yang mengancam masa depan Garut.
“Kalau dibiarkan, kualitas sumber daya manusia (SDM) Garut akan terjun bebas. Bagaimana daerah bisa membangun jika anak-anaknya tumbuh dalam kondisi eksploitasi dan kehilangan pendidikan?” ujarnya.
Ira menegaskan bahwa eksploitasi anak bukan hanya soal kemiskinan, tetapi menyangkut masa depan bangsa. Ia khawatir Garut akan kehilangan generasi emas yang seharusnya menjadi penerus pembangunan jika persoalan ini tidak segera ditangani.
Pemerintah Diminta Hadir, Bukan Sekadar Janji
Di akhir pernyataannya, Ira meminta agar Pemkab Garut bersama lembaga terkait tidak lagi menutup mata. Menurutnya, solusi tidak cukup hanya dengan rapat koordinasi atau penyusunan program, melainkan aksi nyata di lapangan.
“Sudah saatnya pemerintah hadir, bukan hanya berjanji. Anak-anak Garut adalah aset bangsa, bukan korban krisis yang dibiarkan begitu saja,” pungkasnya. (A1)