
Garut,Medialibas.com – Isu kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang galian C kembali memanas di Kabupaten Garut. Kali ini, kritik tajam datang dari Koordinator perkumpulan lingkungan anak bangsa (LIBAS) Kecamatan Tarogong Kidul, Tedi Karyadi.
Dalam pernyataannya, Tedi menyebut mayoritas tambang galian C di wilayah Garut bermasalah dan tak satu pun yang benar-benar sah secara administratif maupun operasional.
“Dari jumlah keseluruhan tambang galian C di Garut, hampir seluruhnya tidak memiliki legalitas yang lengkap. Tak satu pun yang benar-benar sah,” ungkap Tedi dalam pernyataan tertulisnya, Selasa, (17/06/2025).
Menurutnya, dari sekitar 80 tambang aktif di wilayah Jawa Barat, banyak yang tidak memenuhi syarat kelayakan lingkungan dan tidak melalui proses evaluasi berkala sebagaimana mestinya. Tedi menyebut bahwa tambang-tambang tersebut telah lama beroperasi tanpa pengawasan ketat dari pemerintah provinsi, bahkan terkesan dibiarkan.
“Sudah waktunya pemerintah bertindak. Apalagi dampak dari kegiatan tambang ini bukan hanya merusak lingkungan, tapi juga berdampak pada kehidupan sosial masyarakat sekitar. Debit air sungai berkurang, kualitas udara menurun, jalan rusak, dan konflik horizontal sering terjadi,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Tedi Karyadi juga menyampaikan kritik keras terhadap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menilai bahwa gubernur bersikap lalai dan tidak memiliki ketegasan dalam menindak tambang-tambang bermasalah tersebut.
“Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat sangat lalai dan tidak tegas dalam mengambil keputusan. Padahal, kewenangan ada di tangan beliau untuk mengevaluasi dan memberikan sanksi administratif bahkan pidana kepada perusahaan tambang yang melanggar,” ujarnya lantang.
Menurut Tedi, jika dibiarkan terus menerus, kerusakan lingkungan di Jawa Barat, khususnya di Garut, akan semakin parah dan tak tertanggulangi. Bahkan, dia menyebut bahwa potensi bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan semakin nyata mengancam di berbagai daerah.
“Garut saat ini tidak hanya menghadapi krisis tata kelola lingkungan, tetapi juga krisis kepemimpinan. Di mana para pemimpin daerah dan provinsi lebih memilih diam, daripada menghadapi mafia tambang yang sudah jelas-jelas merugikan rakyat,” tegasnya.
LIBAS, kata Tedi, dalam waktu dekat akan mengajukan laporan resmi kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Komisi IV DPR RI, untuk mendesak dilakukannya audit lingkungan dan evaluasi legalitas seluruh tambang aktif di wilayah Garut dan sekitarnya.
Selain itu, pihaknya juga membuka kemungkinan melakukan aksi unjuk rasa damai sebagai bentuk tekanan moral terhadap para pemegang kekuasaan.
“Jika aspirasi kami tetap diabaikan, kami tidak akan tinggal diam. Kami siap menggelar aksi besar-besaran. Ini bukan sekadar soal tambang, ini soal masa depan generasi Garut dan kelestarian alam kita,” tandasnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Gubernur Dedi Mulyadi belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan keras dari Koordinator LIBAS tersebut.
Potret Buram Penambangan Galian C di Garut
Sebagai catatan, penambangan galian C atau bahan tambang non-logam seperti pasir, batu, dan tanah urug, telah lama menjadi perhatian di Garut. Selain karena tingginya aktivitas eksploitasi, banyak tambang yang beroperasi tanpa izin resmi atau menggunakan izin yang sudah kadaluwarsa.
Dalam berbagai laporan, ditemukan bahwa penambangan dilakukan tanpa memperhatikan kaidah reklamasi pascatambang, sehingga meninggalkan lahan kritis, jalan desa yang rusak, dan hilangnya sumber mata air masyarakat.
Tahun lalu, beberapa warga di wilayah Kecamatan Leles dan Cibatu sempat melakukan protes atas keberadaan tambang yang diduga tidak mengantongi izin resmi. Namun hingga kini, aktivitas tambang tersebut masih berjalan tanpa hambatan berarti.
Kritik dari Tedi Karyadi ini memperpanjang daftar panjang keluhan masyarakat terhadap lemahnya penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal di Jawa Barat, terutama di Kabupaten Garut.
Harapan masyarakat kini tertuju pada keberanian para pemimpin daerah untuk berani bertindak demi kepentingan lingkungan dan keselamatan rakyat.
Apakah Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menjawab tuntutan ini dengan tindakan konkret? Ataukah suara-suara seperti yang disampaikan oleh Tedi Karyadi akan kembali tenggelam di antara kepentingan ekonomi dan politik? (A1)