
oleh : perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS)
“Peraturan tanpa implementasi adalah kebohongan legal yang dilegalkan.”
Garut, Medialibas.com, Kabupaten Garut, berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2019 (perubahan dari Perda No. 29 Tahun 2011) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2011–2031, telah ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi. Sebuah julukan yang secara hukum bermakna: Garut wajib menjadi penjaga kawasan hulu dan pelindung bagi ekosistem yang menopang kehidupan di sekitarnya.
Tapi apa yang terjadi hari ini?
Julukan “kabupaten konservasi” hanya tinggal stempel kosong di atas kertas. Di balik kata-kata indah Perda, yang terjadi di lapangan adalah pengkhianatan terhadap ruang hidup, perusakan hutan secara sistematis, dan pembiaran alih fungsi lahan liar yang menjadi bom waktu bagi bencana ekologis. (3 Agustus 2025)
Konservasi Palsu, Bencana Nyata
Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa menyatakan dengan tegas: Kebijakan tata ruang Kabupaten Garut saat ini telah melenceng jauh dari amanat konstitusi ekologisnya. Kawasan lindung diubah menjadi tambang, permukiman komersil, dan ladang kepentingan politik. Sungai-sungai tercemar, mata air mengering, longsor dan banjir datang silih berganti—dan semuanya ditanggapi dengan retorika manis dan upacara seremonial tanpa makna.
Padahal, kerusakan lingkungan bukanlah soal “alam marah”, tapi hasil dari kebijakan salah arah! Bila kawasan konservasi dibiarkan menjadi sasaran eksploitasi, maka:
- Ekonomi rakyat akan kolaps. Petani kehilangan panen, nelayan kehilangan sumber air.
- Budaya lokal mati. Tanah adat digusur, hutan kearifan dibabat.
- Sosial meledak. Ketimpangan, konflik, dan urbanisasi paksa meluas.
Cukup! Saatnya Kebijakan Publik Berpihak pada Rakyat dan Alam
Kami mendesak Pemkab Garut dan seluruh pemangku kepentingan untuk berhenti membohongi publik dengan narasi konservasi palsu. Sudah cukup pencitraan! Kami menuntut:
- Audit total alih fungsi lahan yang telah terjadi selama 10 tahun terakhir.
- Pencabutan izin usaha yang terbukti merusak kawasan konservasi.
- Penegakan hukum tata ruang dan lingkungan secara transparan dan independen.
- Pelibatan masyarakat adat, komunitas petani, dan organisasi lingkungan dalam kebijakan ruang dan lingkungan.
- Moratorium proyek pembangunan yang merusak kawasan lindung dan DAS (daerah aliran sungai).
Kami Butuh Taman Kota, Kami Butuh Hutan Yang Hidup!
Kami tidak akan diam melihat Kabupaten Garut berubah dari kabupaten konservasi menjadi kabupaten bencana. Jika kebijakan publik terus dibajak oleh segelintir elite, maka rakyat berhak menuntut keadilan ekologis, bahkan dengan perlawanan sosial. Ini bukan sekadar isu lingkungan, ini adalah soal hak hidup generasi sekarang dan masa depan!
Garut Bukan Mesin Uang, Tapi Rumah Kehidupan!
Jika kehancuran lingkungan dibiarkan terus, maka:
- Ekonomi rakyat akan runtuh.
- Budaya Sunda akan lenyap.
- Kehidupan sosial akan rusak.
- Generasi masa depan akan mewarisi tanah yang gersang dan penuh bencana.
Kami, Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), tidak akan tinggal diam. Kami akan terus menyuarakan, mencatat, dan—jika perlu—bertindak.
Garut harus kembali ke jati dirinya: menjaga tanah leluhur, bukan menjualnya. Menjadi pelindung bumi, bukan perusaknya.
“Jangan tanya kenapa rakyat marah, tanyakan kenapa hutan terus ditebang!” (Aa)