![]()

Garut, Medialibas.com — Kegagalan dalam perencanaan tata ruang wilayah di Kabupaten Garut kembali menjadi sorotan tajam. Aktivis lingkungan sekaligus narasumber Medialibas.com, Tedi Suhardi, menyatakan bahwa Garut terjebak dalam pembangunan yang tidak berlandaskan analisis lingkungan dan keberlanjutan ruang hidup masyarakat. Akibatnya, bencana datang silih berganti, sementara pemerintah seolah lupa bahwa tata ruang bukan sekadar gambar dalam dokumen—tetapi peta keselamatan sebuah daerah. (4 Desember 2025)
Dalam penyusunannya, Perencanaan Tata Ruang Wilayah (RTRW) seharusnya dilakukan melalui kolaborasi lintas sektor yang melibatkan:
- Pemerintah Pusat – Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kementerian PUPR, dan lembaga terkait lainnya
- Pemerintah Daerah – Dinas Tata Ruang, DLH, Dinas PUPR, dan instansi teknis lain
- Ahli Perencanaan Tata Ruang – Arsitek, perencana kota, insinyur sipil
- Masyarakat – Warga terdampak langsung, pemerhati lingkungan, organisasi masyarakat
- Swasta – Pengembang, investor, pelaku usaha yang memanfaatkan ruang
- Lembaga Penelitian & Pendidikan – Universitas, pusat studi tata ruang
- Organisasi Non-Pemerintah (NGO) – Penggiat lingkungan, HAM, dan komunitas advokasi publik
Namun, menurut Tedi, praktiknya banyak kebijakan penyusunan ruang hanya menguntungkan kepentingan tertentu. “Rakyat hanya jadi penonton dari kerusakan, mereka yang terdampak paling awal tapi suara mereka sering dikesampingkan. Garut seperti lupa bahwa ruang adalah hak hidup warga,” tegasnya dengan nada geram.
Ia menilai lemahnya kontrol terhadap alih fungsi lahan, pembukaan kawasan lindung, hingga pembangunan permukiman di daerah rawan bencana merupakan bukti bahwa aturan sering dilanggar. Ketika gunung bergerak dan sungai meluap, barulah pemerintah sibuk menyampaikan janji penanganan.
“Jika proses perencanaan tata ruang benar-benar melibatkan semua pihak sesuai regulasi, Garut tidak seharusnya tercekik bencana setiap tahun,” lanjut Tedi.
Tedi mendesak agar pemerintah daerah melakukan evaluasi RTRW secara menyeluruh, melibatkan komunitas lingkungan, akademisi, dan warga lokal sebagai subjek ruang, bukan objek yang terus dikorbankan.
“Pembangunan tanpa tata ruang adalah undangan bagi bencana. Alam selalu menagih utang keserakahan manusia,” pungkasnya.
Medialibas.com akan terus mengawal persoalan tata ruang ini, demi terwujudnya Garut yang lebih aman, tertata, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. (Red)
