Oleh: Tedi Badai, Pemerhati Kebijakan Publik

Garut, Medialibas.com, – Kabupaten Garut semakin jauh dari akar sejarah dan jati dirinya. Purwadaksi—falsafah pembangunan yang seharusnya berpijak pada kearifan lokal, keberlanjutan lingkungan, dan harmoni sosial—dilupakan begitu saja. Yang tampak hari ini hanyalah deretan proyek pembangunan tanpa arah, berdiri kokoh tapi hampa jiwa, rakus lahan tapi buta budaya.
Pemerintah daerah lebih sibuk memburu investasi instan ketimbang merawat warisan ruang hidup rakyat. Desa, sawah, hutan, dan sungai hanya dilihat sebagai komoditas, bukan identitas. Inilah pengkhianatan terhadap Purwadaksi: pembangunan yang semestinya memuliakan bumi Garut malah menodai tanah tumpah darahnya sendiri.
Pembangunan Tanpa Kearifan Lokal
Lihatlah bangunan-bangunan baru yang menjamur di sudut-sudut Garut: mall, perumahan, dan kawasan wisata yang sama sekali tidak mencerminkan nilai budaya Sunda. Ornamen tradisi hilang, kearifan tata ruang lenyap. Pembangunan menjadi simbol kolonialisme gaya baru—modernisasi murahan yang menggerus identitas masyarakat.
Garut seakan lupa, bahwa kekuatan utamanya ada pada warisan lokal: tata ruang desa, irigasi rakyat, kebun rakyat, hingga adat gotong royong. Semua itu kini dipinggirkan oleh beton, aspal, dan kepentingan modal.
Bencana Ekologis Mengintai
Ketika kearifan lokal dilupakan, yang lahir hanyalah kerusakan lingkungan. Bukit dibabat, hutan dirusak, alih fungsi lahan dipaksakan. Banjir bandang, tanah longsor, dan kekeringan kini menjadi bahasa alam untuk mengutuk kebijakan yang pongah.
Pembangunan tanpa analisis lingkungan (AMDAL) yang benar hanyalah tiket menuju kehancuran. Sayangnya, penegakan hukum lingkungan di Garut lebih sering menjadi sandiwara ketimbang peringatan tegas. Investor dilindungi, rakyat dikorbankan.
Purwadaksi: Falsafah yang Dikhianati
Purwadaksi bukan sekadar jargon, melainkan roh perencanaan pembangunan Garut yang menekankan pada keselarasan ruang, budaya, dan lingkungan. Namun hari ini falsafah itu diperlakukan seperti abu di atas tungku—diingat ketika butuh legitimasi politik, dilupakan ketika ada tawaran modal.
Saatnya Pemerintah Bertanggung Jawab
Sebagai pemerhati kebijakan publik, saya, Tedi Badai, menegaskan:
Pemerintah Kabupaten Garut harus kembali ke Purwadaksi, menjadikan kearifan lokal sebagai fondasi pembangunan.
Segala bentuk pembangunan yang melanggar tata ruang, merusak lingkungan, dan mengkhianati identitas lokal harus dihentikan dan ditinjau ulang.
Penegakan hukum lingkungan tidak boleh lagi pilih kasih. Aparat dan pemerintah yang membiarkan pelanggaran harus ikut bertanggung jawab. (AA)