![]()
oleh : Perkumpulan lingkungan anak bangsa (LIBAS)

I. Latar Belakang Masalah
Kecamatan Leles dan Banyuresmi merupakan bagian dari wilayah hulu–tengah DAS Cimanuk yang secara ekologis berfungsi sebagai zona resapan, pengendali limpasan, dan penyangga hidrologi.
Namun dalam dua dekade terakhir, terjadi alih fungsi kawasan masif berupa:
Industri skala menengah–besar
Aktivitas galian C (batuan, pasir, tanah urug)
Perubahan lahan pertanian dan sempadan sungai menjadi area terbangun
Perubahan ini menyebabkan ketidakseimbangan tata air, yang berujung pada banjir berulang, sedimentasi sungai, dan kerusakan infrastruktur serta permukiman.
II. Dasar Hukum yang Mengikat
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (PPLH)
Pasal 1 ayat (2): Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup wajib menjamin keselamatan manusia.
Pasal 36 ayat (1): Setiap usaha wajib memiliki izin lingkungan.
Pasal 69 ayat (1) huruf a: Dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan.
Pasal 98–99: Kerusakan lingkungan yang menimbulkan bahaya dikenakan pidana dan denda berat.
- UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 61: Setiap orang wajib menaati rencana tata ruang.
Pasal 69: Pelanggaran RTRW dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
- UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
Pasal 35: Pemerintah wajib melakukan mitigasi berbasis tata ruang.
Mengabaikan risiko bencana = kelalaian struktural negara.
- PP No. 21 Tahun 2021 (Penyelenggaraan Penataan Ruang)
Menegaskan bahwa zona rawan bencana tidak boleh dialihfungsikan secara bebas.
III. Metode Analisis (Logika Risiko & Kalkulus Lingkungan)
Digunakan metode skoring kuantitatif dengan prinsip:
Risiko = Bahaya × Kerentanan / Kapasitas
Dalam kajian ini, dirumuskan:
\textbf{RBB} = \frac{(L \times A \times H \times P)}{E}
Keterangan:
L (Lereng)
A (Alih Fungsi Lahan)
H (Curah Hujan)
P (Sebaran Penduduk)
E (Elevasi / kapasitas alami drainase)
Skala nilai:
0,1 (sangat rendah) – 1,0 (sangat tinggi)
IV. Analisis Parameter dan Penilaian
- Lereng Gunung (L = 0,7)
Kemiringan 10–30%
Memicu limpasan cepat, erosi, dan longsor mikro
Kategori: Risiko Tinggi
- Alih Fungsi Lahan (A = 0,8)
Galian C terbuka → hilangnya vegetasi & struktur tanah
Industri → permukaan kedap air
Kategori: Sangat Tinggi
- Curah Hujan (H = 0,9)
1.500–3.000 mm/tahun
Intensitas hujan ekstrem meningkat
Kategori: Sangat Tinggi
- Sebaran Penduduk (P = 0,6)
Permukiman padat di dataran rendah & bantaran sungai
Kerentanan sosial tinggi
- Elevasi Kawasan (E = 0,5)
500–1.000 mdpl
Banyak area cekungan dan alur sungai lama
Kapasitas pengaliran rendah
V. Perhitungan Risiko Banjir
\textbf{RBB} = \frac{(0,7 \times 0,8 \times 0,9 \times 0,6)}{0,5}
= \frac{0,3024}{0,5}
= \textbf{0,6048}
Interpretasi
0,00–0,30 : Rendah
0,31–0,60 : Sedang
0,60 : Tinggi
➡ RBB = 0,6048 → RISIKO BANJIR TINGGI (KRITIS)
VI. Kesimpulan Hukum dan Teknis
- Alih fungsi kawasan di Leles dan Banyuresmi terbukti meningkatkan risiko banjir secara signifikan.
- Aktivitas industri dan galian C bertentangan dengan UU PPLH dan RTRW bila berada di zona lindung/rawan bencana.
- Banjir yang terjadi bukan semata bencana alam, tetapi bencana ekologis akibat kebijakan dan kelalaian tata ruang.
- Pemerintah daerah berpotensi melakukan pembiaran hukum (omission by state) bila tidak bertindak.
VII. Pelajaran Hukum (Legal Lessons Learned)
- Izin lingkungan tanpa kajian risiko bencana = cacat hukum.
- RTRW yang dilanggar secara sistematis dapat menjadi objek gugatan warga (citizen lawsuit).
- Kerusakan lingkungan yang menyebabkan banjir dapat dipidana, bukan sekadar administrasi.
- Pemulihan lingkungan adalah kewajiban mutlak, bukan pilihan.
VIII. Langkah Hukum dan Kebijakan yang WAJIB Dilakukan
- Penegakan Hukum
Audit izin lingkungan industri & galian C
Pencabutan izin pada zona rawan banjir
Proses pidana bila terbukti merusak lingkungan
- Pemulihan Lingkungan
Reboisasi DAS dan lereng
Reklamasi wajib area galian C
Normalisasi sungai berbasis ekologi
- Penataan Ruang Ulang
Revisi RTRW berbasis risiko bencana
Moratorium izin baru di zona rawan
- Perlindungan Masyarakat
Relokasi terbatas permukiman rawan
Sistem peringatan dini banjir
Edukasi berbasis komunitas
Penutup
Jika negara gagal menghentikan alih fungsi kawasan, maka banjir di Leles dan Banyuresmi bukan lagi musibah, melainkan kejahatan ekologis yang dilegalkan oleh pembiaran.
