![]()

Garut, Medialibas. Com,– Kebocoran pendapatan daerah di Kabupaten Garut kian mengkhawatirkan. Praktik pemakaian air bawah tanah secara ilegal dan aktivitas galian C batuan tanpa izin diduga berlangsung sistematis dan bertahun-tahun, menyebabkan kerugian besar bagi kas daerah sekaligus kerusakan lingkungan yang masif. Ironisnya, di tengah defisit pelayanan publik, potensi pendapatan daerah justru menguap dan dinikmati segelintir oknum.
Indikasi Korupsi Berjamaah dan Pembiaran Sistemik
Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Sutardi, menilai kebocoran ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan telah mengarah pada indikasi korupsi berjamaah. (30 Desember 2025)
“Pajak daerah dari galian C dan air bawah tanah adalah hak rakyat Garut. Ketika aktivitas ilegal dibiarkan, pajak tidak masuk, lingkungan rusak, maka ini bukan kelalaian biasa, ini kejahatan terhadap kepentingan publik,” tegas Tedi.
Menurutnya, ratusan titik galian C dan pengguna air bawah tanah yang tidak mengantongi izin resmi berpotensi menghilangkan pendapatan daerah hingga miliaran rupiah per tahun, baik dari pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB), pajak air tanah, maupun retribusi perizinan.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Aktivitas ilegal tersebut secara nyata bertentangan dengan berbagai regulasi nasional dan daerah, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
→ Pajak air tanah dan pajak mineral bukan logam dan batuan merupakan kewenangan daerah dan wajib dipungut untuk pendapatan asli daerah (PAD). - Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
→ Setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki izin usaha pertambangan (IUP) atau perizinan berusaha yang sah. - Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
→ Setiap usaha yang berdampak pada lingkungan wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL. Pelanggaran dapat dikenakan sanksi pidana dan administratif. - Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
→ Perbuatan yang merugikan keuangan negara atau daerah, termasuk melalui pembiaran atau penyalahgunaan kewenangan, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.
Kebijakan Publik Lemah, Pengawasan Dipertanyakan
LIBAS menilai lemahnya pengawasan pemerintah daerah menjadi akar persoalan. Seharusnya, perangkat daerah terkait—mulai dari dinas teknis, aparat penegak perda, hingga inspektorat—memiliki data dan kendali atas aktivitas eksploitasi sumber daya alam di Garut.
Namun fakta di lapangan menunjukkan:
Banyak tambang dan sumur bor beroperasi tanpa izin
Tidak ada transparansi data penerimaan pajak
Penegakan sanksi nyaris tidak berjalan
Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya pembiaran terstruktur.
Hak Rakyat Dirampas, Lingkungan Dikorbankan
Kebocoran pendapatan daerah bukan hanya soal angka, tetapi soal hak konstitusional rakyat. Dana yang seharusnya digunakan untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan mitigasi bencana justru hilang.
Di sisi lain, masyarakat sekitar lokasi tambang dan eksploitasi air tanah harus menanggung:
Kerusakan jalan dan lahan
Banjir dan longsor
Krisis air bersih
Hilangnya mata pencaharian
“Rakyat menanggung dampak, oknum menikmati hasil. Ini ketidakadilan struktural,” ujar Tedi.
Seruan Tegas Penegakan Hukum
LIBAS mendesak:
Polres Garut dan Kejaksaan Negeri Garut untuk melakukan penyelidikan dugaan kerugian keuangan daerah
Pemerintah Kabupaten Garut membuka data PAD sektor pertambangan dan air tanah secara transparan
Inspektorat dan BPK melakukan audit khusus
“Jika hukum terus diam, maka pembiaran ini sama artinya dengan pengkhianatan terhadap rakyat Garut,” pungkas Tedi Sutardi.(red)
