
Garut,Medialibas.com 2025 – Kabupaten Garut menghadapi bencana ekologis akibat kerusakan kawasan hutan yang semakin meluas. Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Sutardi, melontarkan kritik pedas terhadap implementasi Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang dinilai tidak hanya gagal menghentikan kerusakan, tetapi juga memperburuk situasi di lapangan. Dengan pendekatan kalkulatif dan sorotan sanksi yang lemah, artikel ini mengungkap krisis lingkungan yang menghantui Garut.(13/6/2025)
Kritik Tedi Sutardi: Implementasi yang
Tedi Sutardi menyoroti sejumlah kelemahan fatal dalam penerapan Perpres No. 5 Tahun 2025:
- Ketimpangan Penegakan Hukum
Korporasi besar yang terbukti merusak kawasan hutan sering hanya dijatuhi sanksi administratif ringan, seperti denda Rp50 juta hingga Rp100 juta.
Sebaliknya, masyarakat adat dan petani kecil yang dianggap melanggar kawasan hutan langsung digusur, bahkan dijatuhi pidana penjara hingga 5 tahun sesuai Pasal 37 Perpres ini.
“Hukum tidak berpihak pada keadilan ekologis, tetapi pada kekuasaan ekonomi,” tegas Tedi.
- Kegagalan Rehabilitasi Ekologis
Meski Perpres mengamanatkan reforestasi dan rehabilitasi kawasan, di Garut kegiatan ini hanya sebatas laporan administrasi. Pada kenyataannya, ribuan hektar hutan tetap gundul.
“Anggaran reboisasi sebesar Rp20 miliar per tahun hanya menjadi formalitas tanpa hasil nyata,” tambahnya.
- Pendekatan Militeristik
Keterlibatan aparat bersenjata dalam penertiban hutan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat lokal.
“Ini bukan penegakan hukum, tetapi intimidasi,” ujar Tedi, merujuk pada insiden penggusuran paksa di Gunung Papandayan yang menimbulkan konflik antara masyarakat adat dan aparat.
- Kerusakan yang Tidak Terkendali
Dalam lima tahun terakhir, 60% kawasan hutan di Garut telah terdegradasi akibat pembalakan liar dan konversi lahan untuk perkebunan.
Kerusakan ini telah memicu bencana ekologis besar, termasuk banjir bandang di Cisompet dan longsor di Cikajang.
Analisis Kalkulatif: Dampak Ekologis Kerusakan Hutan
Kerusakan ini tidak hanya menghancurkan ekosistem tetapi juga memberikan dampak ekologis yang dapat dihitung secara kalkulatif:
- Tingkat Kerusakan Tahunan
Fungsi luas hutan yang terdegradasi dapat didefinisikan sebagai , di mana adalah waktu dalam tahun.
Laju kerusakan tahunan ():
\frac{dA}{dt} = -12,429 \, \text{hektar/tahun}.
- Hilangnya Serapan Karbon
Setiap hektar hutan tropis menyerap . Hilangnya serapan karbon adalah:
\Delta C = A(t) \cdot 25 = 12,429 \cdot 25 = 310,725 \, \text{ton karbon/tahun}.
- Dampak Hidrologis: Penurunan Kapasitas Resapan Air
Satu hektar hutan tropis menyerap . Penurunan kapasitas resapan air adalah:
\Delta R = A(t) \cdot 2,000 = 12,429 \cdot 2,000 = 24,858,000 \, \text{m}^3/tahun.
- Nilai Ekonomi yang Hilang
Nilai kehilangan ekonomi tahunan:
\text{Nilai kayu} = 12,429 \cdot Rp10,000,000 = Rp124,290,000,000
\text{Nilai karbon} = 310,725 \cdot Rp500,000 = Rp155,362,500,000 ]
\text{Jasa lingkungan} = 12,429 \cdot Rp5,000,000 = Rp62,145,000,000
Total kerugian ekonomi:
Rp124,290,000,000 + Rp155,362,500,000 + Rp62,145,000,000 = Rp341,797,500,000/tahun.
Sanksi dalam Perpres No. 5 Tahun 2025
Perpres ini mencantumkan berbagai sanksi bagi pelanggar, namun implementasinya tidak tegas:
- Sanksi Administratif
Denda maksimal Rp500 juta bagi korporasi.
Penutupan sementara kegiatan usaha.
- Sanksi Pidana
Sesuai Pasal 37, pelanggaran berat dapat dijatuhi pidana penjara hingga 5 tahun.
- Pemulihan Kawasan Hutan
Pelanggar diwajibkan melakukan rehabilitasi lahan dalam waktu 1 tahun.
Tuntutan LIBAS: Evaluasi Total Kebijakan
Tedi Sutardi dan LIBAS mengajukan tuntutan berikut:
- Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Korporasi perusak hutan harus dijatuhi hukuman maksimal, termasuk pencabutan izin usaha.
Stop kriminalisasi masyarakat adat.
- Reforestasi yang Transparan
Pemerintah harus mengalokasikan anggaran secara efektif dengan melibatkan komunitas lokal.
- Penghapusan Pendekatan Militeristik
Pelibatan aparat bersenjata harus dihentikan untuk menghindari konflik dengan masyarakat lokal.
- Transparansi dan Partisipasi Publik
Publikasikan laporan tahunan terkait implementasi Perpres No. 5 Tahun 2025.
Libatkan masyarakat dalam perencanaan kebijakan.
Kesimpulan
Kerusakan hutan di Garut bukan sekadar masalah lokal, tetapi ancaman nasional. Dengan kehilangan lebih dari Rp341 miliar per tahun, pemerintah tidak boleh lagi mengabaikan krisis ini. Perpres No. 5 Tahun 2025 harus direvisi untuk menegakkan keadilan ekologis, menyelamatkan keanekaragaman hayati, dan memulihkan lingkungan. LIBAS menyerukan aksi nyata dan kolaborasi semua pihak untuk melindungi warisan alam Kabupaten Garut.(A1)