oleh: Ikin Sodikin, Pemerhati Lingkungan

Pendahuluan
Kabupaten Garut yang dikenal dengan kekayaan alam dan keindahan pegunungan kini menghadapi ancaman serius: penurunan drastis sumber daya air. Dari krisis air bersih hingga kekeringan lahan pertanian, kondisi ini menandakan kegagalan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.
Artikel ini menyoroti penyebab, dampak, serta langkah-langkah hukum dan kebijakan yang mendesak diterapkan, demi menyelamatkan masa depan Garut dari bencana ekohidrologi. (5/6/2025)
Fakta Lapangan: Penurunan Sumber Daya Air
Data dari BPBD dan PDAM Kabupaten Garut menunjukkan:
19 kecamatan mengalami krisis air bersih.
Lebih dari 22.000 KK terdampak langsung.
Ratusan hektare sawah kekeringan, menurunkan produksi pangan lokal.
Petani mulai mengandalkan pompa darurat, yang ironisnya memperburuk overekstraksi air tanah.
Fenomena ini diperparah oleh perubahan iklim dan degradasi lingkungan hulu akibat:
Alih fungsi lahan hutan menjadi kebun komersial dan pemukiman.
Deforestasi liar di kawasan lindung seperti Gunung Cikuray dan Papandayan.
Minimnya edukasi publik terkait konservasi air dan daerah resapan.
Dasar Hukum dan Tanggung Jawab Negara
Berdasarkan hukum positif Indonesia, krisis ini tidak semata masalah teknis, tetapi pelanggaran terhadap hak dasar rakyat.
📜 Dasar Hukum yang Relevan
- Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
- UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
Pasal 3: Menjamin keberlanjutan ketersediaan air untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian.
Pasal 7: Prioritas utama pemanfaatan air adalah untuk kebutuhan pokok rakyat.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Pasal 67: Setiap orang wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pasal 69: Melarang perusakan lingkungan, termasuk pembukaan lahan tanpa izin dan perusakan sempadan sungai.
- UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pemerintah kabupaten memiliki kewenangan langsung atas pengelolaan sumber daya alam di wilayahnya.
Analisis Sosial dan Lingkungan
Menurut saya, Ikin Sodikin, krisis ini tidak lepas dari pola pikir pembangunan yang terlalu berorientasi pada investasi ekstraktif, tanpa perencanaan ekologis.
Kebijakan yang lemah terhadap:
Eksploitasi air tanah tanpa kontrol
Pembangunan villa di hulu
Minimnya pengawasan DAS (Daerah Aliran Sungai)
semuanya menggerus daya dukung lingkungan.
Rekomendasi Solusi
- Audit Ekologis Regional
Pemerintah wajib melakukan pemetaan ulang daerah tangkapan air dan mengevaluasi izin-izin yang berdampak pada sumber daya air.
- Revitalisasi DAS dan Reboisasi Massal
Menjadikan program reboisasi sebagai bagian dari APBD dan melibatkan masyarakat adat serta pesantren.
- Regulasi Ketat Ekstraksi Air
Membatasi pengeboran sumur dalam oleh industri dan mengembangkan sistem panen air hujan di sekolah-sekolah dan masjid.
- Pendidikan Publik Berbasis Hukum dan Agama
Menghidupkan kembali nilai-nilai Sunda Wiwitan dan Islam Nusantara yang menjunjung keseimbangan alam.
Penutup
Penurunan sumber daya air di Garut bukan sekadar persoalan teknis, tetapi cerminan rapuhnya tata kelola lingkungan dan abainya negara dalam menjalankan mandat konstitusi.
Sebagai anak kampung dari Banyuresmi, saya, Ikin Sodikin, hanya ingin menyuarakan satu hal: “Air adalah hak rakyat, bukan komoditas elit.” Saatnya kita semua—pemerintah, akademisi, masyarakat adat, dan pemuda Garut—bersatu menyelamatkan air, menyelamatkan hidup.(AA)