
Oplus_131072
Garut,Medialibas.com – Terkuaknya praktik pengoplosan beras oleh oknum tak bertanggung jawab memicu gelombang ketidakpercayaan publik terhadap produk beras kemasan di pasar modern. Akibatnya, banyak konsumen kini beralih ke pasar tradisional yang dinilai lebih transparan dan aman.
Fenomena ini turut memicu kebangkitan aktivitas jual beli di sejumlah pasar rakyat. Salah satunya terlihat di Pasar Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang mengalami lonjakan pembeli dalam beberapa hari terakhir. Peningkatan terjadi signifikan, terutama untuk beras medium kiloan yang menjadi pilihan mayoritas masyarakat menengah.
“Biasanya ramai hanya awal bulan, sekarang hampir tiap hari ramai, terutama di pedagang beras,” ungkap Ceceng Ali Nurdin, Ketua IWAPPA Pasar Wanaraja sekaligus Ketua DPD APPSI Garut, Rabu (06/08/2025).
Menurutnya, lonjakan ini tidak lepas dari dampak psikologis masyarakat terhadap skandal beras oplosan di ritel modern. Di pasar tradisional, pembeli merasa lebih aman karena bisa melihat langsung kondisi beras yang dijual.
Ketakutan Masyarakat Berbuah Keseimbangan Pasar
Warga Desa Wanaraja, Ai Nur Hasanah (45), mengaku telah meninggalkan kebiasaannya membeli beras di minimarket. Kini ia rutin berbelanja di pasar tradisional, dengan alasan keamanan dan kejelasan produk.
“Setelah ada berita beras oplosan, saya takut. Di pasar lebih tenang, bisa milih sendiri. Apalagi sekarang harga juga turun,” ujarnya.
Turunnya harga beras medium di pasar tradisional sekitar Rp1.000 per kilogram dalam sepekan terakhir diduga akibat persaingan pasar yang ketat dan suplai yang melimpah seiring meningkatnya permintaan.
Bongkar Oplosan, Sorotan Mengarah ke Rantai Distribusi
Gelombang kepanikan ini bermula dari pengungkapan praktik pengoplosan beras oleh Satgas Pangan Mabes Polri. Operasi tersebut membongkar jaringan pengoplosan di kawasan Jabodetabek yang diduga berhubungan dengan pejabat BUMN pangan, ID Food. Beras kualitas rendah dicampur dengan beras premium, dikemas ulang, lalu diedarkan di ritel modern dengan merek ternama.
Sebagai respons, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian mengeluarkan peringatan keras dan menjanjikan peningkatan pengawasan distribusi pangan.
Pasar Tradisional Bangkit di Tengah Ketidakpastian
Menurut Ceceng, pasar tradisional kini menjadi tempat yang kembali dipercaya karena menghadirkan unsur keterbukaan dan interaksi langsung antara pembeli dan penjual.
“Ini momentum kebangkitan pasar rakyat. Pasar bukan cuma tempat belanja, tapi juga tempat jujur dan terbuka. Konsumen bisa cek langsung kualitas barang,” jelasnya.
Namun ia juga mengingatkan bahwa momentum ini tidak boleh disia-siakan. Pemerintah diminta melakukan pengawasan ketat dari hulu ke hilir, agar kasus serupa tidak kembali terjadi dan merugikan masyarakat.
“Jangan nunggu viral dulu baru turun. Awasi dari gudang sampai ke toko,” tegas Ceceng.
Harapan Perbaikan Jangka Panjang
Meski saat ini pasar tradisional menikmati peningkatan kunjungan, para pedagang sadar bahwa kepercayaan konsumen perlu dijaga dengan pembenahan layanan dan fasilitas. Ceceng berharap pemerintah daerah turut melakukan revitalisasi pasar, mulai dari infrastruktur, sanitasi, promosi hingga digitalisasi.
Edukasi kepada konsumen pun dinilai penting agar masyarakat tetap waspada dan tidak mudah percaya pada kemasan tanpa kejelasan asal usul.
“Kami siap berbenah. Tapi harus ada dukungan. Jangan nanti setelah isu reda, pasar ditinggal lagi,” ujarnya.
Fenomena ini menegaskan bahwa di tengah maraknya teknologi dan modernisasi, nilai-nilai klasik seperti kejujuran, keterbukaan, dan kepercayaan langsung tetap menjadi fondasi penting dalam transaksi pangan.
Inilah saat yang tepat bagi pasar tradisional untuk merebut kembali kepercayaan masyarakat dan menguatkan posisinya dalam perekonomian lokal. (Dens)