
Garut,Medialibas.com – Kekosongan jabatan strategis di lingkungan Pemerintah Kabupaten Garut memasuki tahap yang kian memprihatinkan. Hingga pertengahan 2025, puluhan jabatan struktural eselon II dan III, termasuk kursi kepala dinas dan sekretaris dinas, masih diisi oleh pelaksana tugas (Plt).
Situasi ini tidak hanya berdampak pada lemahnya tata kelola pemerintahan, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran luas di tengah masyarakat akan menurunnya kualitas pelayanan publik.
Berdasarkan data yang dihimpun, lebih dari 30 persen jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon II) di Kabupaten Garut belum diisi oleh pejabat definitif.
Artinya, jabatan-jabatan penting seperti Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Sosial, hingga beberapa kepala badan teknis lainnya masih dijabat oleh ASN berstatus Plt. Hal ini menjadi sorotan tajam karena menimbulkan hambatan dalam proses pengambilan keputusan strategis dan pengelolaan anggaran.
Menurut Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, kepala daerah memiliki kewajiban untuk memastikan tersedianya pejabat definitif dalam setiap struktur jabatan pemerintahan.
LSementara dalam Pasal 76 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa kepala daerah yang tidak menjalankan kewajiban tersebut dapat dikenakan sanksi administratif, bahkan pemberhentian.
Kritik dari Pakar dan Praktisi
Ahli hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Dr. Farid Ahmad, menilai kekosongan jabatan ini sebagai bentuk kelalaian yang tidak bisa dianggap ringan.
“Penunjukan pelaksana tugas itu sifatnya darurat dan semestinya dibatasi secara waktu. Jika dibiarkan berlarut-larut, ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk pembiaran yang bertentangan dengan prinsip good governance,” ujar Dr. Farid saat dihubungi, Jum’at, (13/06/2025).
Menurutnya, posisi strategis seperti kepala dinas memegang tanggung jawab besar dalam pengelolaan anggaran, pengambilan keputusan, hingga implementasi program.
“Plt tidak memiliki kewenangan penuh, sehingga akan ada jeda dalam eksekusi kebijakan. Akhirnya, masyarakat yang dirugikan,” tegasnya.
Keluhan dari Lapangan
Kondisi ini juga diamini oleh sejumlah tokoh masyarakat. Salah satunya adalah Ibu Siti Maemunah, warga Kecamatan Bayongbong, yang mengeluhkan lambannya penanganan bantuan sosial di desanya.
“Pengajuan bantuan yang kami lakukan sejak bulan lalu belum juga diproses karena kepala dinas terkait statusnya hanya Plt. Katanya keputusan final harus tunggu pejabat definitif,” ujarnya.
Hal serupa juga terjadi di sektor pendidikan dan kesehatan. Beberapa kepala sekolah di wilayah Garut Selatan mengaku tidak bisa mendapatkan arahan yang jelas dari dinas, karena kepala dinas pendidikan saat ini masih berstatus pelaksana tugas dan belum bisa membuat kebijakan strategis jangka panjang.
Salah satu kepala puskesmas yang enggan disebutkan namanya juga menyebutkan bahwa koordinasi program vaksinasi dan pelayanan kesehatan ibu-anak terganggu akibat tidak adanya arahan langsung dari pimpinan dinas.
“Programnya jalan, tapi serba tanggung. Kami tidak berani ambil langkah besar karena semua harus menunggu petunjuk dari atas,” ujarnya.
Pernyataan Kepala Daerah
Menanggapi persoalan tersebut, Bupati Garut menyatakan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Ia mengklaim sudah mengusulkan sejumlah nama untuk promosi dan mutasi jabatan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Namun, proses tersebut membutuhkan waktu karena melibatkan koordinasi dengan pemerintah pusat.
“Kami sangat memahami keresahan masyarakat. Proses seleksi terbuka sudah direncanakan dan akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Kami berharap pemerintah pusat bisa mempercepat prosesnya,” ujar Bupati dalam konferensi pers di Pendopo Garut.
Namun, sejumlah pengamat menilai pernyataan tersebut tidak cukup menjawab urgensi masalah. Banyak daerah lain, termasuk kabupaten tetangga, mampu menyelesaikan proses seleksi ASN dalam waktu relatif singkat, asalkan kepala daerah bersungguh-sungguh mendorong prosesnya dan tidak terjebak dalam tarik-menarik kepentingan politik.
Kekhawatiran Meningkat
Ketua Forum Masyarakat Peduli Birokrasi Garut, R. Hilman Fauzi, menyatakan bahwa kekosongan jabatan yang dibiarkan terlalu lama mengindikasikan lemahnya komitmen kepala daerah terhadap tata kelola pemerintahan yang baik.
“Kami akan mengajukan surat terbuka kepada KASN dan Kementerian Dalam Negeri jika dalam waktu dekat tidak ada percepatan proses pengisian jabatan ini. Jangan sampai kursi-kursi kosong itu menjadi titik awal kemunduran birokrasi di Garut,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kredibilitas kepala daerah akan dipertaruhkan jika hal ini terus dibiarkan. Masyarakat saat ini semakin peka terhadap kualitas layanan publik, dan akan mengevaluasi kinerja kepala daerah secara terbuka.
Kekosongan jabatan ASN di Kabupaten Garut bukan lagi sekadar isu administratif internal, melainkan telah menjadi persoalan publik yang berimplikasi luas terhadap kesejahteraan masyarakat. Di tengah berbagai tantangan sosial dan ekonomi, birokrasi yang pincang hanya akan memperparah keadaan.
Jika pemerintah daerah tidak segera melakukan percepatan pengisian jabatan secara transparan dan akuntabel, maka bukan hanya pelayanan publik yang terganggu, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan akan terus merosot.
Garut menanti langkah konkret. Kursi-kursi kosong itu harus segera diisi, agar roda pemerintahan bisa berjalan penuh dan masyarakat mendapatkan hak-hak pelayanan yang layak dan bermartabat.
Redaksi menerima masukan dan pengaduan masyarakat seputar pelayanan publik di Kabupaten Garut. Kirimkan ke email redaksi kami. (Aditia)