![]()
Oleh: Ipung – Forum Pemerhati Lingkungan Hidup Garut

Garut, Medialibas. Com, — Lingkungan hidup bukan sekadar hamparan tanah, air, udara, dan pepohonan. Ia adalah satu ruang kehidupan yang saling mengikat antara manusia dengan seluruh sistem yang menopangnya: agama, pendidikan, budaya, ekonomi, dan infrastruktur. Di dalamnya termasuk manusia itu sendiri—dengan pikiran, perilaku, nilai, dan tanggung jawab moralnya.
Ketika lingkungan rusak, sejatinya yang runtuh bukan hanya alam, tetapi tatanan hidup manusia secara menyeluruh. (31 Desember 2025)
Lingkungan sebagai Ruang Terpadu Kehidupan
Lingkungan hidup mencakup:
- Agama
Agama hadir sebagai kompas moral yang mengatur hubungan manusia dengan alam. Alam bukan objek eksploitasi, melainkan amanah. - Pendidikan
Pendidikan menentukan cara pandang manusia terhadap lingkungan. Tanpa pendidikan ekologis, pembangunan akan melahirkan generasi perusak, bukan penjaga kehidupan. - Budaya
Kearifan lokal lahir dari relasi panjang manusia dengan alam. Budaya agraris, tata ruang tradisional, dan larangan adat sesungguhnya adalah bentuk konservasi yang lahir jauh sebelum hukum modern. - Ekonomi
Ekonomi seharusnya melayani keberlanjutan hidup, bukan merampas masa depan. Ketika ekonomi dilepaskan dari etika lingkungan, yang lahir adalah ketimpangan, bencana, dan kemiskinan struktural. - Infrastruktur
Infrastruktur adalah alat, bukan tujuan. Tanpa dasar lingkungan, infrastruktur berubah menjadi sumber bencana: banjir, longsor, krisis air, dan konflik sosial.
Semua unsur ini terhubung dan saling mempengaruhi. Merusak satu berarti mengoyak keseluruhan.
Tanggung Jawab Negara terhadap Lingkungan (Dasar Hukum Negara)
Negara Indonesia secara tegas mengatur kewajiban perlindungan lingkungan hidup melalui konstitusi dan peraturan perundang-undangang:
- UUD 1945 Pasal 28H ayat (1)
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
Lingkungan hidup adalah hak asasi manusia, bukan hadiah kekuasaan.
- UUD 1945 Pasal 33 ayat (3)
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Penguasaan negara berarti tanggung jawab, bukan pembiaran eksploitasi.
- UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Lingkungan hidup harus dikelola berdasarkan prinsip keberlanjutan dan keadilan antargenerasi
Setiap orang yang merusak lingkungan wajib dipidana dan memulihkan kerusakan
- Prinsip Strict Liability (Tanggung Jawab Mutlak)
Dalam kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan, pelaku usaha bertanggung jawab tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan
Hukum negara dengan jelas menempatkan lingkungan sebagai fondasi pembangunan, bukan korban pembangunan.
Tanggung Jawab Manusia Menurut Norma Agama
Dalam perspektif agama (khususnya Islam), tanggung jawab lingkungan bersifat spiritual dan moral:
- Manusia sebagai Khalifah di Bumi
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
(QS. Al-Baqarah: 30)
Khalifah bukan perusak, melainkan penjaga keseimbangan.
- Larangan Merusak Lingkungan
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf: 56)
Kerusakan lingkungan adalah dosa sosial, bukan sekadar kesalahan teknis.
- Amanah dan Pertanggungjawaban
Alam adalah titipan. Setiap tindakan manusia akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Norma agama menempatkan eksploitasi rakus sebagai pengkhianatan terhadap amanah Tuhan.
Norma Sosial dan Etika Kemanusiaan
Selain hukum negara dan agama, norma sosial mengajarkan bahwa:
Merusak lingkungan berarti menyakiti sesama manusia
Mewariskan kerusakan kepada generasi mendatang adalah ketidakadilan moral
Diam terhadap kejahatan lingkungan adalah bentuk pembiaran kejahatan
Penutup: Lingkungan adalah Cermin Peradaban
Lingkungan hidup adalah cermin kualitas peradaban manusia.
Jika alam dijaga, manusia bermartabat.
Jika alam dirusak, manusia kehilangan arah.
Negara telah mengatur.
Agama telah mengingatkan.
Norma telah membimbing.
Yang tersisa adalah keberanian manusia untuk taat, bukan hanya pandai berbicara tentang pembangunan.
Garut, dan Indonesia secara luas, tidak kekurangan aturan.
Yang kurang adalah kesadaran dan ketegasan untuk menjaga ruang hidup bersama.(red)
