
Cimahi,Medialibas.com – Kota Cimahi mencatat sejarah baru dalam dinamika pergerakan mahasiswa. Aksi unjuk rasa lima aliansi mahasiswa yang digelar kemarin, Senin (02/09/2025) membuktikan bahwa demonstrasi bukanlah sinonim dari kerusuhan, melainkan ruang aspirasi yang sehat, damai, dan penuh kedewasaan.
Suasana Kota yang Berubah
Sejak pagi, denyut ekonomi Kota Cimahi mulai terasa berbeda. Jalan Gandawijaya, salah satu pusat keramaian, mendadak lengang. Banyak toko memilih menutup pintu demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Polisi lalu lintas mulai mengatur jalur, sebagian jalan dipisahkan agar mahasiswa memiliki ruang bergerak menuju Kantor DPRD Kota Cimahi.
Meski ada sedikit kekhawatiran di masyarakat, suasana tetap terkendali. Sekitar pukul 13.00 WIB, ratusan mahasiswa mulai berdatangan dengan spanduk, poster, serta semangat lantang menyuarakan perubahan.
Orasi Bergema, Aspirasi Mengalir
Gelombang orasi pun silih berganti. Dari isu nasional seperti ketimpangan ekonomi dan persoalan korupsi, hingga isu lokal terkait layanan pendidikan, kesehatan, serta kebijakan sosial yang dianggap masih belum berpihak sepenuhnya pada rakyat kecil.
Pembakaran ban sempat dilakukan seolah sudah menjadi ritual simbolis dalam aksi mahasiswa namun tetap terkendali.
Sementara pantauan awak media di lapangan. Tidak ada provokasi berlebihan, tidak ada gesekan berarti dengan aparat. Aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, hingga unsur ormas dan LSM berjaga penuh kewaspadaan, memantau situasi agar aksi damai itu tidak disusupi pihak yang ingin mengacau.
Forkopimda Hadir, Dialog Terbuka Terjadi
Di balik pagar gedung DPRD, Forkopimda Kota Cimahi sudah siap menyambut. Wali Kota Cimahi Letkol (Purn.) Ngatiyana, S.Ap., Ketua DPRD, Dandim 0609, Kapolres Cimahi, serta Kajari Cimahi duduk menanti. Hal yang tak biasa pun terjadi: mahasiswa dipersilakan masuk dan berdialog langsung di halaman gedung DPRD.
Sebuah pemandangan yang jarang terlihat dalam aksi-aksi mahasiswa di kota lain, di mana ketegangan biasanya mendominasi. Di Cimahi, suasana justru cair. Mahasiswa menyampaikan tuntutan dengan duduk berhadapan dengan para pejabat, bukan dalam suasana konfrontatif.
“Pendidikan gratis harus diperluas, pelayanan kesehatan diperbaiki, dan DPRD jangan hanya jadi stempel kebijakan,” salah satu mahasiswa menyerukan dalam dialog tersebut.
Menjawab itu, Wali Kota Ngatiyana menyampaikan capaian enam bulan kepemimpinannya, termasuk program-program yang sedang digarap, seraya menegaskan komitmennya untuk meneruskan aspirasi mahasiswa hingga ke tingkat provinsi dan pusat.
Aksi Damai, Tanpa Luka
Setelah semua tuntutan dibacakan dan diserahkan secara resmi, mahasiswa perlahan membubarkan diri. Tidak ada bentrokan, tidak ada gas air mata, tidak ada aksi dorong-dorongan. Aksi yang berpotensi menegangkan berakhir dengan damai.
Banyak warga yang menyaksikan pun mengaku lega. “Awalnya saya takut, tapi ternyata adem ayem. Salut untuk mahasiswa Cimahi, bisa menyampaikan aspirasi tanpa bikin rusuh,” ujar salah seorang pedagang yang sempat menutup warungnya. Rabu, (03/09/3025).
Pesan untuk Kota Lain
Aksi damai ini sekaligus memberikan pelajaran penting: kericuhan dalam demonstrasi sering kali bukan ulah mahasiswa, melainkan akibat adanya provokator atau penyusup. Dengan kesiapan aparat, keterbukaan Forkopimda, dan kedewasaan mahasiswa, Cimahi berhasil membalik stigma lama bahwa demo pasti berujung anarkis.
Kini, Cimahi menjadi contoh nyata bahwa aspirasi bisa disampaikan tanpa harus menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi. Mahasiswa Cimahi menegaskan, mereka tidak ingin sekadar berteriak, tetapi juga berdialog dan mencari solusi.
Sejarah kecil yang tercipta di Cimahi ini mungkin bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia: bahwa demokrasi akan lebih bermakna bila dijalankan dengan kepala dingin, hati yang jernih, dan niat tulus memperjuangkan kepentingan rakyat. (Achmad Syafei)