
Gerakan Lingkungan yang Dimulai dari Hati dan Dijalankan dengan Cinta demi Masa Depan Anak Bangsa
Garut,Medialibas.com – Di tengah isu krisis iklim global dan makin menipisnya kawasan hijau, Kabupaten Garut menunjukkan harapan melalui aksi nyata warganya dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Salah satu gerakan yang kini menjadi sorotan adalah upaya penghijauan yang dilakukan oleh Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), sebuah komunitas yang tumbuh dari semangat gotong royong dan cinta tanah air.
Di balik wajah baru ruang terbuka hijau (RTH) yang kini mulai menghiasi sejumlah titik di Garut, terdapat sosok inspiratif bernama Tedi Sutardi, Ketua LIBAS, yang tak pernah lelah menggerakkan masyarakat untuk kembali peduli pada alam.
Di sisi lain, Tedi tidak bekerja sendiri, namun bersama para anggota,termasuk istrinya yang selalu setia menemani dan ikut berjuang di dalamnya, mereka bergandengan tangan menanam pohon, menata lahan, dan menghidupkan kembali kawasan yang dulu gersang.
“Yang kami tanam bukan hanya pohon, tapi juga harapan. Harapan akan masa depan yang lebih hijau, lebih sehat, dan lebih layak untuk anak-anak bangsa,” ujar Tedi saat ditemui di sela kegiatan penanaman pohon Sabtu, (31/05/2025).
Menurut Tedi, perjuangan menanam dan merawat lingkungan bukan pekerjaan satu hari, melainkan perjalanan panjang yang menuntut konsistensi, kesabaran, dan komitmen dari semua pihak.
Bersama LIBAS,dia semdiri telah melakukan penanaman ribuan pohon dalam beberapa bulan terakhir, mencakup pohon pelindung, pohon buah, hingga tanaman endemik yang mulai jarang ditemukan di lingkungan sekitar.
RTH yang dulunya hanya berupa lahan kosong kini mulai berubah menjadi kawasan hijau yang asri. Di antara pepohonan yang tumbuh, suara anak-anak terdengar bermain, para pelajar belajar sambil bersentuhan langsung dengan alam, dan warga mulai memanfaatkan RTH sebagai tempat olahraga maupun rekreasi.
“Kami ingin RTH ini tidak hanya indah secara visual, tapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat. Tempat ini harus hidup, menjadi ruang interaksi sosial, ruang edukasi, dan ruang ekologi,” ungkap Tedi.
Tak hanya fokus pada aksi lapangan, LIBAS juga aktif menyelenggarakan edukasi lingkungan melalui pelatihan, seminar, dan kampanye di sekolah-sekolah. Tedi percaya bahwa perubahan budaya dimulai dari generasi muda, dan jika anak-anak diajarkan mencintai lingkungan sejak dini, maka masa depan bangsa akan lebih terjamin.
Namun, seperti banyak pejuang lingkungan lainnya, Tedi mengakui bahwa tantangan terbesar bukan saat menanam pohon, melainkan saat merawatnya. Kurangnya kesadaran akan tanggung jawab kolektif sering kali membuat pohon-pohon yang telah ditanam tidak terurus dan mati.
“Menanam itu gampang. Tapi merawat hingga tumbuh dan memberikan manfaat adalah tantangan sesungguhnya. Kami terus mengingatkan warga bahwa pohon yang mereka tanam adalah investasi jangka panjang untuk anak cucu mereka sendiri,” tegasnya.
Dalam menjalankan programnya, LIBAS juga menjalin kolaborasi lintas sektor. Pemerintah daerah, Dinas Lingkungan Hidup, kelompok tani, karang taruna, dan tokoh masyarakat diajak duduk bersama, menyusun strategi, dan membagi peran. Pendekatan partisipatif ini menjadi kunci keberhasilan gerakan lingkungan yang berkelanjutan.
Salah satu titik keberhasilan terlihat di kawasan yang sebelumnya rawan longsor. Berkat penanaman pohon dan rehabilitasi tanah secara terpadu, kini daerah tersebut menjadi lebih stabil dan mulai dilirik sebagai kawasan wisata edukasi berbasis lingkungan.
“Kami tidak hanya mengandalkan dana bantuan. Kami bergerak dengan sumber daya yang ada. Kadang cukup dengan cangkul dan bibit seadanya, tapi semangatnya luar biasa. Ini bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari hal kecil,” kata Tedi dengan mata berbinar.
LIBAS juga telah merancang program lanjutan berupa penghijauan di sepanjang bantaran sungai, pemanfaatan lahan tidur desa, hingga menciptakan kebun sekolah. Tidak hanya itu, mereka tengah menyusun modul pelatihan lingkungan berbasis lokalitas agar bisa digunakan oleh sekolah-sekolah di Garut secara luas.
Yang menarik, gerakan ini tidak hanya berhenti di wilayah kerja LIBAS. Komunitas-komunitas lain di Garut mulai terinspirasi dan ikut menggagas kegiatan serupa di wilayah masing-masing. Dalam banyak forum, nama Tedi Sutardi dan LIBAS disebut sebagai contoh nyata gerakan akar rumput yang berhasil.
“Kami tidak mengejar nama. Yang kami inginkan adalah keberlanjutan. Ruang terbuka hijau ini harus terus hidup dan bertambah luas. Karena ini bukan sekadar soal pohon, ini soal kehidupan,” pungkas Tedi penuh semangat.
Kini, di tengah kesibukan dan segala keterbatasan, Tedi dan para relawan LIBAS tetap bergerak. Mereka sadar bahwa kerja mereka mungkin tak langsung terasa hasilnya hari ini. Namun mereka yakin, kelak anak-anak Garut akan tumbuh di lingkungan yang lebih baik, karena ada orang-orang yang mau menanam, merawat, dan berjuang hari ini. (A.1)