
KBB,Medialibas.com – Suasana ruang rapat Komisi IV DPRD Provinsi Jawa Barat pada Kamis (07/08/2025) kemarin terasa tegang. Laskar Anti Korupsi Indonesia Kabupaten Bandung (LAKI-KBB) datang bukan sekadar membawa aspirasi, melainkan tumpukan data, bukti lapangan, dan desakan agar DPRD Jabar segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut dugaan korupsi dan pencemaran lingkungan di Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti.
Pertemuan itu dihadiri oleh anggota Komisi IV DPRD Jabar H. Ahab Sihabudin dan H. Jenal Arifin, serta anggota Komisi I Tuti Turimayanti. Dari pihak LAKI-KBB hadir Ketua Gunawan Rasyid yang akrab disapa Kang Guras Sekretaris Dadan Suryansyah, jajaran pengurus, dan penggiat lingkungan Wahyu Dharmawan.
Namun sayangnya, Gubernur Jawa Barat dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar tidak hadir dalam forum penting ini. Mereka hanya mengutus Kang Awis alias Arif Perdana, penanggung jawab operasional TPPAS Sarimukti, untuk mewakili.
IPAL Tak Pernah Optimal, Air Lindi Jadi Racun
Dalam pemaparannya, Kang Guras menyampaikan fakta mencengangkan. Menurut pengakuan pihak pengelola sendiri, sejak mulai beroperasi pada 2008, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di TPPAS Sarimukti tidak pernah berfungsi secara optimal. Artinya, selama 17 tahun, limbah cair atau air lindi yang dihasilkan dari proses pengolahan sampah berpotensi mencemari lingkungan di luar batas aman.
“Air lindi yang seharusnya diolah hingga memenuhi baku mutu justru kerap kali melampaui ambang batas. Ini bukan hanya soal kelalaian teknis, tapi juga dugaan kuat ada penyalahgunaan anggaran karena IPAL tidak bekerja sebagaimana mestinya,” tegas Kang Guras di hadapan anggota dewan.
Dugaan korupsi itu diperkuat oleh indikasi kerugian lingkungan yang masif mulai dari pencemaran sumur warga, rusaknya kualitas air tanah, hingga potensi gangguan kesehatan akibat kontaminasi logam berat dan bakteri berbahaya.
Investigasi Lapangan: Sumur Pantau Hilang Plang, Air Lindi Hitam dan Berbusa
Penggiat lingkungan Wahyu Dharmawan, yang selama ini melakukan investigasi independen, menambahkan temuan lapangan yang tak kalah serius. Menurutnya, DLH Jabar melakukan sejumlah pelanggaran, salah satunya tidak memasang plang informasi pada lokasi sumur pantau 3, padahal titik ini sangat vital untuk memantau sebaran kontaminasi air lindi ke lingkungan sekitar.
“Ini bukan sekadar kelalaian administrasi. Hilangnya plang berarti publik kehilangan akses informasi, dan itu bisa membuka ruang untuk menutup-nutupi data pencemaran,” ujar Wahyu.
Lebih jauh, Wahyu mengungkap bahwa pada Juni 2025, dirinya mendokumentasikan kondisi air lindi yang keluar dari outfall IPAL TPPAS Sarimukti. Hasilnya mengerikan: air tersebut berwarna hitam pekat, berbau menyengat, berbusa tebal semua ciri khas limbah yang belum diolah sempurna.
Sampel air itu kini telah diamankan sebagai barang bukti untuk kemungkinan proses hukum.
DPRD Jabar Didesak Bergerak Cepat
LAKI-KBB menilai DPRD Jabar tak bisa tinggal diam. Mereka menuntut pembentukan Pansus sebagai langkah politik dan hukum untuk membongkar dugaan korupsi yang melibatkan anggaran pengelolaan TPPAS Sarimukti. Menurut Kang Guras, selama bertahun-tahun proyek perbaikan dan operasional IPAL menelan dana miliaran rupiah, namun hasilnya nihil.
“Kami menduga ada kebocoran anggaran yang sistematis. Tidak mungkin IPAL tidak berfungsi optimal selama hampir dua dekade tanpa ada pihak yang bertanggung jawab. Ini harus dibuka ke publik,” ujarnya tegas.
Dampak Lingkungan dan Ancaman Kesehatan
Berdasarkan kajian awal, pencemaran air lindi yang tidak terkelola dapat membawa konsekuensi serius. Air tanah di sekitar TPPAS Sarimukti berpotensi tercemar zat beracun seperti amonia, logam berat (merkuri, timbal, kadmium), dan senyawa organik berbahaya. Paparan jangka panjang dapat memicu penyakit kulit, gangguan pernapasan, kerusakan organ dalam, hingga kanker.
“Jika ini dibiarkan, kita sedang membiarkan bom waktu lingkungan yang bisa meledak kapan saja,” kata Wahyu mengingatkan.
Menunggu Keberanian Politik DPRD
Sementara itu, anggota Komisi IV DPRD Jabar yang hadir menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut. Namun, publik menanti bukti nyata, bukan sekadar janji. Pansus yang didorong LAKI-KBB dianggap sebagai instrumen paling tepat untuk memanggil semua pihak terkait, membuka dokumen anggaran, serta memeriksa prosedur teknis pengelolaan limbah di TPPAS Sarimukti.
Bagi warga di sekitar Sarimukti, langkah ini bukan sekadar urusan politik, tetapi soal hak mereka atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Jika DPRD gagal mengambil sikap tegas, dugaan korupsi dan pencemaran ini berpotensi menjadi salah satu skandal lingkungan terbesar di Jawa Barat dalam dua dekade terakhir. (Red)