
Garut,Medialibas.com – Di tengah ketidakpastian global dan tantangan multidimensi di dalam negeri, wacana mengenai peran negara kembali mengemuka. Namun bukan sebagai pengatur biasa, melainkan sebagai mesin kehidupan rakyat: kuat, tegas, dan tak ragu menggunakan kekuasaan demi memastikan kesejahteraan total.
Dalam kerangka berpikir ini, negara tidak lagi dilihat semata sebagai lembaga administratif atau pelayan publik pasif. Negara hadir sebagai entitas penuh kuasa dengan tanggung jawab absolut untuk melindungi, mendidik, dan menyejahterakan rakyatnya tanpa syarat. Bahkan, jika perlu, dengan tangan besi.
Perlindungan Total: Rakyat di Atas Segalanya
Aspek pertama dari visi ini adalah perlindungan. Negara tidak hanya bertugas menjaga perbatasan wilayah secara simbolik, namun juga mengamankan seluruh aspek kehidupan rakyat dari segala bentuk ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri.
Ancaman militer, serangan ekonomi, infiltrasi budaya asing yang melemahkan identitas bangsa, hingga penyebaran ideologi yang bertentangan dengan nilai kebangsaan, semuanya dianggap sebagai bentuk agresi yang wajib diberantas secara keras dan menyeluruh. Dalam kerangka ini, keamanan bukanlah pilihan, tetapi kewajiban absolut.
Perang Terbuka Melawan Kemiskinan
Kemiskinan bukan lagi dilihat sebagai masalah sosial biasa. Ia diposisikan sebagai musuh negara. Ketimpangan ekonomi, eksploitasi sumber daya oleh elite, dan ketidakadilan distribusi dianggap sebagai bentuk ancaman yang harus dilawan secara radikal.
Pemerintah dalam konsep ini mengambil alih kendali penuh atas perekonomian nasional melakukan redistribusi kekayaan, reformasi agraria, hingga intervensi langsung terhadap industri vital. Pendekatannya bukan persuasi, melainkan eksekusi. Si miskin dibela, si rakus dipaksa tunduk.
Pendidikan: Wajib Tanpa Negosiasi
Di sektor pendidikan, negara tak sekadar mendorong pemerataan. Negara memaksa. Dalam visi ini, setiap warga negara wajib menerima pendidikan berkualitas, dan negara wajib menyediakannya secara adil dan merata.
Tidak ada ruang bagi kebodohan atau pembiaran. Orang tua yang lalai, lembaga pendidikan yang korup, atau elit yang menutup akses, semuanya akan dihadapkan pada sanksi negara. Pendidikan tidak lagi hanya hak tetapi juga kewajiban mutlak yang harus ditegakkan demi masa depan bangsa.
Indonesia sebagai Penentu Global
Lebih jauh, visi ini juga mencita-citakan Indonesia sebagai kekuatan penentu dalam percaturan dunia. Negara tidak cukup menjadi peserta pasif dalam konferensi internasional atau sekadar penerima bantuan. Indonesia harus menjadi inisiator dan penyeimbang dalam politik global.
Melalui diplomasi tegas, bahkan konfrontasi jika diperlukan, Indonesia mengambil peran utama dalam menegakkan keadilan internasional. Ketidakadilan global, dominasi ekonomi oleh segelintir negara adikuasa, hingga perang yang menindas rakyat sipil harus dilawan dengan kekuatan negara.
Pemerintah Sebagai Eksekutor Visi Nasional
Dalam skema besar ini, pemerintah tidak diposisikan sebagai lembaga kompromi atau administrasi pasif. Pemerintah adalah tangan negara alat eksekusi dari visi besar tersebut. Dan karena itu, kekuasaan yang dimilikinya harus dijalankan secara sentralistik dan tegas.
Sentralisasi Demi Kesejahteraan
Semua aspek kekuasaan politik, ekonomi, sosial dipusatkan untuk menggerakkan agenda nasional. Segala bentuk perlawanan terhadap arah pembangunan nasional tidak lagi dilihat sebagai oposisi demokratis, tetapi sebagai sabotase terhadap rakyat. Dan negara berhak menindaknya.
Hukum Sebagai Alat Pembasmi, Bukan Sekadar Pelindung
Penegakan hukum tidak lagi bersifat normatif. Dalam sistem ini, hukum dijadikan alat pengendalian mutlak terhadap segala bentuk penyimpangan. Korupsi, kolusi, nepotisme, hingga penghianatan ideologi dibasmi dengan pendekatan zero tolerance. Hukuman keras, proses cepat, dan tidak ada kekebalan bagi siapapun.
Musuh Negara: Separatis, Ekstremis, dan Pengkhianat Nilai
Ancaman internal seperti separatisme, ekstremisme agama maupun politik, hingga penyebaran ideologi asing yang bertentangan dengan jati diri bangsa, dianggap sebagai musuh negara.
Tindakan tegas baik represif maupun rehabilitatif dilakukan tanpa ampun.
Sementara itu, ancaman eksternal dilawan dengan kekuatan diplomatik dan, jika terpaksa, dengan kekuatan militer. Kedaulatan tidak dapat dikompromikan.
Kepemimpinan sebagai Pilar Negara
Di atas semua itu, pemimpin negara harus menjadi figur kuat, tak tergoyahkan, dan otentik. Ia bukan sekadar simbol politik, melainkan jantung dari seluruh sistem negara.
Kepemimpinan yang lemah, ragu-ragu, atau oportunis dianggap sebagai pengkhianatan terhadap rakyat. Dalam sistem ini, pemimpin adalah pengarah utama peradaban nasional, dan rakyat menaruh harap pada ketegasannya.
Negara Sebagai Alat Rakyat, Bukan Sekadar Institusi
Di tengah kegaduhan politik, ketimpangan ekonomi, dan ancaman disintegrasi ideologi, visi ini menawarkan satu hal: kekuatan. Bukan kekuatan yang menindas, tetapi kekuatan yang menyelamatkan.
Negara hadir sebagai alat pemenuhan kehidupan rakyat secara total.Dan untuk itu, ia harus kuat. Tidak hanya secara struktur, tetapi juga secara moral, politik, dan eksekusi. (AA)