
Oplus_131072
Jakarta,Medialibas.com – Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu malam, 13 Agustus 2025, menjadi sorotan publik. Dalam operasi senyap tersebut, tim KPK mengamankan uang tunai sekitar Rp2 miliar yang diduga merupakan hasil suap terkait pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan di tubuh PT Inhutani V, sebuah perusahaan pelat merah yang bergerak di sektor kehutanan.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, membenarkan kabar penyitaan uang miliaran rupiah tersebut. “Benar,” kata Fitroh singkat saat dikonfirmasi, Kamis (14/08/2024). Ia menegaskan, dugaan suap itu berkaitan langsung dengan proses pemberian izin pemanfaatan kawasan hutan. “Suap dalam pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan,” ujarnya.
Sembilan Orang Diamankan, Termasuk Petinggi BUMN
Berdasarkan informasi yang diperoleh, sedikitnya sembilan orang diamankan dalam operasi ini. Mereka terdiri dari petinggi salah satu BUMN dan sejumlah pihak swasta yang diduga berperan sebagai pemberi maupun perantara suap. Namun, identitas para pihak tersebut belum diungkap secara resmi oleh KPK.
“Identitasnya masih kami simpan untuk kepentingan penyidikan. Kami masih melakukan pemeriksaan intensif,” tambah Fitroh.
KPK, sesuai prosedur, memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan dalam OTT ini—apakah akan dinaikkan statusnya sebagai tersangka atau dibebaskan.
Modus: Uang ‘Pelicin’ untuk Percepatan Izin
Dugaan sementara, uang Rp2 miliar yang diamankan tersebut merupakan “pelicin” agar proses perizinan di sektor kehutanan berjalan mulus. Dalam praktiknya, para pelaku memanfaatkan celah dalam birokrasi untuk mengatur keluarnya izin pemanfaatan kawasan hutan yang strategis, yang seharusnya melalui prosedur ketat dan transparan.
Sektor kehutanan, khususnya pengelolaan hutan produksi dan konservasi, selama ini dikenal sebagai wilayah rawan praktik korupsi. Izin pengelolaan atau pemanfaatan hutan kerap menjadi lahan basah bagi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi, dengan memanfaatkan kekuasaan maupun jabatan.
Bayang-Bayang Mafia Perizinan
Praktik suap di sektor ini bukanlah hal baru. Banyak kasus korupsi kehutanan di masa lalu yang melibatkan pejabat, pengusaha, hingga perantara yang beroperasi seperti mafia. Modusnya pun relatif sama: pihak swasta atau kelompok tertentu menyetor uang kepada oknum pejabat untuk mendapatkan akses pengelolaan kawasan hutan, yang pada akhirnya berpotensi merugikan negara secara masif.
Jejak Kasus Kehutanan Sebelumnya
KPK dan aparat penegak hukum sebelumnya telah menangani sejumlah kasus serupa:
Kasus Korupsi Izin Kehutanan Riau (2014) – Mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, divonis penjara karena menerima suap untuk mengubah status kawasan hutan menjadi area perkebunan sawit. Kasus ini membuka mata publik bahwa izin kehutanan menjadi komoditas politik dan bisnis.
Kasus Kehutanan Maluku Utara (2018) – OTT
KPK menjaring Bupati Kepulauan Sula, Hendrata Thes, dalam dugaan penerimaan suap izin pengelolaan lahan hutan produksi. Nilai gratifikasi yang mengalir mencapai miliaran rupiah.
Skandal Izin Kehutanan Papua Barat (2020)
KPK mengungkap aliran dana puluhan miliar terkait izin pembalakan hutan dan ekspor kayu ilegal. Kasus ini melibatkan kolaborasi pengusaha dan pejabat daerah.
Polanya hampir sama: adanya pihak swasta yang membutuhkan akses pengelolaan kawasan hutan, lalu memberikan uang atau fasilitas kepada pejabat berwenang untuk mempercepat atau memuluskan izin.
Publik Menanti Langkah Lanjut KPK
KPK kini berada dalam sorotan tajam. Publik berharap lembaga antirasuah itu tidak berhenti pada penindakan simbolis, tetapi juga mengusut aliran uang, keterlibatan pejabat tinggi, dan potensi kerugian negara yang lebih besar.
Jika terbukti ada jaringan besar di balik kasus ini, OTT Inhutani V bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik kotor yang selama ini menjadi rahasia umum di sektor kehutanan. Namun jika tidak, kasus ini dikhawatirkan hanya akan menjadi berita hangat sesaat yang menguap tanpa hasil signifikan.
Hingga berita ini diturunkan, pemeriksaan terhadap para pihak yang diamankan masih berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Lembaga antirasuah tersebut dijadwalkan memberikan keterangan resmi setelah batas waktu pemeriksaan 24 jam berakhir. (Doni.P)