
Bandung,Medialibas.com – Lesunya perekonomian nasional tidak hanya tercermin dari angka statistik, tetapi juga nyata dirasakan di lapangan. Para pedagang pasar tradisional, yang menjadi urat nadi kebutuhan sehari-hari masyarakat kecil, kini harus menghadapi kenyataan pahit: pembeli semakin sepi, dan barang dagangan kerap tak laku.
Fenomena ini terjadi di Pasar Saeuran, yang berlokasi di Kelurahan Binong Jati, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat.Dalam beberapa bulan terakhir, suasana pasar yang biasanya ramai kini tampak lebih lengang. Para pedagang hanya bisa pasrah menghadapi turunnya daya beli masyarakat, sementara kebutuhan hidup terus meningkat.
Kisah Pedagang Sayur yang Bertahan Hidup
Salah satu pedagang, Tendi Yudianto (29) atau akrab disapa Yudi, mengaku kondisi sulit ini sudah dirasakannya sejak tiga bulan terakhir. Yudi, yang sudah 12 tahun berjualan sayuran di jongko Pasar Saeuran, kini harus memutar otak agar tetap bisa bertahan.
“Biasanya pembeli belanja sampai habis, sekarang mah setengahnya juga tidak habis. Sayuran sering busuk kalau disimpan sampai satu atau dua hari,” ungkapnya dengan wajah murung. Kamis,(11/09/2025).
Sebagian besar pelanggan Yudi adalah buruh harian lepas dan pemilik warung kecil. Namun, penghasilan mereka yang tidak menentu membuat belanja kebutuhan dapur semakin ditekan. Situasi ini berdampak langsung pada omzet Yudi yang menurun drastis.
Beban Cicilan dan Modal Menipis
Tak hanya soal dagangan yang tak terjual, Yudi juga mengaku kesulitan memenuhi kewajiban cicilan jongko yang setiap bulan harus dibayar. Sementara itu, modal usahanya semakin menipis karena keuntungan yang didapat jauh dari cukup.
“Kadang saya harus nombok. Kalau begini terus, jangankan buat untung, untuk bertahan saja susah. Modal terus kepotong,” keluhnya.
Suara Pelanggan: Belanja Separuh dari Biasanya
Kesulitan pedagang juga dialami para pembeli. Salah seorang pelanggan jongko Yudi yang biasanya bisa mengeluarkan lebih dari Rp100 ribu untuk sekali belanja, kini hanya mampu membeli separuhnya.
“Sekarang mah paling Rp50 ribu cukup untuk sehari. Yang penting bisa masak buat makan keluarga, selebihnya ditahan dulu,” ujarnya.
Testimoni ini menggambarkan nyata betapa daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah semakin tertekan. Harga kebutuhan pokok memang fluktuatif, namun yang lebih dirasakan adalah penghasilan yang tidak seimbang dengan kebutuhan sehari-hari.
Harapan pada Pemerintah
Di tengah situasi sulit ini, Yudi hanya bisa berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang berpihak pada masyarakat kecil agar daya beli kembali pulih.
“Yah, kepada pemerintah tolong upah buruh distabilkan dan lapangan kerja diperluas, supaya daya beli masyarakat bisa kembali,” pungkasnya.
Pasar Tradisional di Titik Rawan
Kasus yang dialami pedagang di Pasar Saeuran sebenarnya hanya potret kecil dari kondisi yang lebih besar. Pasar tradisional di berbagai wilayah Jawa Barat bahkan Indonesia tengah menghadapi tantangan berat: persaingan dengan pasar modern, kenaikan harga sembako, serta ketidakstabilan ekonomi nasional.
Jika kondisi ini berlarut-larut, bukan tidak mungkin pasar tradisional sebagai jantung perekonomian rakyat akan semakin terpuruk. Bukan hanya pedagang yang merugi, tetapi juga konsumen kecil yang kehilangan akses pada kebutuhan dengan harga terjangkau. (AGUS)