
Oplus_131072
Garut,Medialibas.com – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia yang akan jatuh pada 17 Agustus 2025, atmosfer semangat nasionalisme mulai terasa di berbagai pelosok Kabupaten Garut.
Berbagai elemen masyarakat, mulai dari tingkat RT hingga desa, tengah bersiap menggelar beragam kegiatan perayaan. Namun di balik euforia itu, muncul kekhawatiran terkait salah satu praktik yang kerap dilakukan warga setiap menjelang Agustusan: meminta sumbangan di jalan umum.
Fenomena ini telah menjadi tradisi tahunan, di mana sejumlah kelompok masyarakat baik pemuda, karang taruna, hingga panitia kegiatan turun ke jalan dengan membawa kotak sumbangan atau kardus, sambil menghentikan kendaraan yang melintas.
Tujuannya jelas, menggalang dana untuk membiayai acara 17-an seperti lomba, pentas seni, atau pengecatan gapura.
Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut melalui Sekretaris Daerah (Sekda), Nurdin Yana, menegaskan bahwa praktik tersebut tidak diperbolehkan, karena berpotensi mengganggu ketertiban umum dan membahayakan keselamatan para pengguna jalan.
“Idealnya hal seperti itu tidak diperbolehkan karena sangat mengganggu kendaraan yang lewat dan bisa menyebabkan kemacetan,” ujar Nurdin saat dikonfirmasi oleh wartawan Medialibas.com melalui sambungan WhatsApp, Kamis (07/08/2025).
Keselamatan dan Ketertiban Jadi Prioritas
Menurut Nurdin, jalan raya merupakan fasilitas umum yang penggunaannya telah diatur secara ketat dalam undang-undang lalu lintas. Aktivitas nonlalu lintas yang dilakukan di atas jalan termasuk penggalangan dana bisa memicu kecelakaan lalu lintas, terlebih di titik-titik yang ramai kendaraan seperti jalan utama desa, pertigaan strategis, atau pasar.
“Poinnya, jalan itu diperuntukkan untuk pengguna lalu lintas. Kalau sampai terjadi kecelakaan, siapa yang akan bertanggung jawab?” tegasnya.
Ia mengakui bahwa semangat masyarakat untuk memeriahkan HUT RI patut diapresiasi, namun perlu dilakukan dengan cara-cara yang aman dan tertib. Oleh karena itu, Pemkab Garut berkomitmen melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat untuk menghentikan kebiasaan ini.
Instruksi ke Camat: Sosialisasikan Larangan
Dalam waktu dekat, lanjut Nurdin, pemerintah daerah akan mengeluarkan imbauan resmi kepada seluruh camat untuk menyampaikan larangan tersebut ke tingkat desa dan kelurahan.
“Kami akan sampaikan kepada para camat agar bisa menyosialisasikan hal ini. Intinya, masyarakat diimbau untuk tidak lagi melakukan pengumpulan dana di jalan,” jelasnya.
Langkah ini diharapkan bisa mendorong warga untuk mencari cara-cara alternatif dalam menggalang dana, misalnya melalui iuran lingkungan, sponsor dari pelaku usaha lokal, atau dukungan dana desa.
Aspek Hukum: Pungli atau Bukan?
Ketika ditanya apakah kegiatan meminta sumbangan di jalan bisa dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli), Nurdin memilih tidak berspekulasi dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.
“Kalau soal pungli, lebih baik ditanyakan ke pihak kepolisian,” katanya singkat.
Di sisi lain, sejumlah pihak mulai mempertanyakan kejelasan hukum terkait fenomena ini. Sebab, meski bersifat sukarela, aktivitas penghentian kendaraan dan permintaan uang di jalan umum tetap berada di wilayah abu-abu hukum.
Respons Warga dan Tantangan Sosialisasi
Kebijakan ini memunculkan beragam reaksi dari masyarakat. Sejumlah warga menyambut positif langkah Pemkab yang menaruh perhatian pada keselamatan lalu lintas, namun tak sedikit pula yang merasa kebingungan mencari sumber dana alternatif untuk mendukung kegiatan perayaan.
“Kalau tidak boleh minta di jalan, ya mungkin kita iuran dari warga saja. Tapi biasanya dananya nggak cukup,” ujar salah satu pemuda yang enggan disebutkan namanya oleh awak media saat dimintai keterangan.
Ia berharap pemerintah bisa memberi solusi konkret, misalnya dengan alokasi anggaran bantuan kegiatan 17-an di setiap kelurahan atau desa.
Perlu Regulasi dan Pendampingan
Sejumlah pemerhati kebijakan publik juga menilai bahwa larangan ini perlu diikuti dengan regulasi yang jelas serta pendampingan kepada masyarakat.
“Larangan harus dibarengi dengan edukasi dan solusi. Kalau tidak, masyarakat hanya akan berpindah tempat saja, misalnya dari jalan besar ke gang kecil, dan itu tidak menyelesaikan masalah,” ungkapnya.
Menurutnya, Pemkab Garut perlu membuat panduan teknis penggalangan dana yang aman dan legal di tingkat masyarakat, serta memperkuat peran aparat desa untuk menjembatani antara kebutuhan warga dan kebijakan pemerintah.
Menjaga semangat nasionalisme dan kebersamaan dalam merayakan Hari Kemerdekaan tentu menjadi tujuan bersama. Namun, keselamatan dan ketertiban publik juga harus menjadi prioritas utama.
Larangan yang disampaikan oleh Pemkab Garut merupakan langkah preventif yang perlu didukung dengan komunikasi yang baik, pendekatan yang humanis, serta dukungan nyata terhadap kegiatan warga.
Waktu akan membuktikan apakah kebijakan ini dapat diterima dan dijalankan secara efektif oleh seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Garut. (DN)