![]()

Oleh: Marwan Forum Pemerhati Lingkungan Garut (FPLG)
Garut, Medialinas. Com,- Kabupaten Garut secara geomorfologis adalah wilayah yang rapuh. Dikepung pegunungan, patahan aktif, serta curah hujan tinggi, Garut sejatinya hidup di atas sistem keseimbangan alam yang sangat sensitif. Ketika hutan dirusak dan tata ruang diabaikan, kalkulus alam bekerja tanpa kompromi: banjir, erosi, dan pergerakan tanah menjadi keniscayaan.
Melalui pendekatan perhitungan debit hujan menggunakan kalkulus hidrologi, kita dapat membaca dengan lebih jujur bagaimana kerusakan hutan berkontribusi langsung terhadap meningkatnya risiko longsor di Garut. (21 Desember 2025 )
Gambaran Perhitungan Debit Air di CAT Garut
Berdasarkan data neraca air Cekungan Air Tanah (CAT) Garut:
Total Debit Evapotranspirasi:
750.278.647 m³/tahun
→ air yang kembali ke atmosfer melalui vegetasi dan permukaan tanah
Debit Presipitasi Efektif:
1.746.056.293 m³/tahun
→ air hujan yang benar-benar mencapai permukaan tanah
Total Debit Run Off (Limpasan Permukaan):
611.082.051 m³/tahun
→ air yang tidak terserap tanah dan langsung mengalir di permukaan
Secara kalkulus, ketika turunan fungsi serapan tanah menurun akibat deforestasi, maka integral limpasan permukaan meningkat tajam. Artinya: semakin gundul hutan Garut, semakin besar energi air yang menghantam lereng-lereng rawan longsor,
Kerusakan Hutan dan Akselerasi Pergerakan Tanah
Hutan berfungsi sebagai variabel pengendali dalam sistem persamaan hidrologi alam. Akar pohon meningkatkan kohesi tanah, tajuk menahan energi jatuh hujan, dan serasah memperlambat aliran permukaan.
Ketika hutan rusak:
Infiltrasi menurun drastis
Run off meningkat eksponensial
Tekanan pori tanah naik
Lereng kehilangan kestabilan
Inilah titik kritis yang memicu pergerakan tanah dan longsor, terutama di wilayah Garut selatan, Garut utara, Cisurupan, Pasirwangi, Samarang, hingga Talegong.
Faktor Penentu Pergerakan Tanah di Garut
Curah Hujan Tinggi
Hujan berintensitas besar dalam waktu singkat menciptakan lonjakan debit air yang melampaui kapasitas tanah.
Kerusakan Hutan dan Alih Fungsi Lahan
Pembukaan hutan untuk tambang, perkebunan monokultur, dan permukiman di lereng curam mempercepat degradasi tanah.
Topografi Curam dan Tidak Stabil
Garut memiliki banyak lereng dengan sudut kemiringan tinggi yang secara kalkulatif berada di ambang kegagalan struktur tanah.
Poin Hasil Perhitungan yang Disarankan untuk Kabupaten Garut
Berdasarkan analisis debit dan risiko pergerakan tanah, Forum Pemerhati Lingkungan Garut merekomendasikan poin-poin berikut kepada Pemkab Garut:
Penetapan Zona Rawan Longsor Berbasis Debit Run Off
Mengintegrasikan data debit limpasan ke dalam RTRW dan RDTR sebagai dasar larangan aktivitas di lereng kritis.
Moratorium Alih Fungsi Hutan di Hulu DAS
Terutama di wilayah dengan kontribusi run off tinggi terhadap sungai-sungai utama Garut.
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Prioritas
Fokus pada lereng dengan nilai limpasan tahunan ekstrem dan riwayat longsor berulang.
Pengendalian Tata Ruang Permukiman Lereng
Melarang pembangunan di zona dengan rasio presipitasi efektif terhadap infiltrasi yang tidak seimbang.
Penerapan Sistem Drainase Berbasis Konservasi
Sumur resapan, terasering hijau, dan vegetasi penahan aliran di wilayah rawan.
Early Warning System Longsor Berbasis Curah Hujan Kumulatif
Menggunakan ambang batas hujan hasil analisis kalkulus untuk peringatan dini.
Penegakan Hukum Lingkungan Secara Tegas
Terhadap aktivitas perusakan hutan, tambang, dan pembangunan ilegal di kawasan lindung.
Penutup
Alam tidak berbohong. Angka-angka debit hujan dan limpasan permukaan adalah bahasa jujur yang memperingatkan kita. Jika Pemerintah Kabupaten Garut terus mengabaikan keseimbangan hidrologi dan kerusakan hutan dibiarkan, maka longsor bukan lagi bencana alam, melainkan bencana kebijakan.
Kalkulus telah berbicara. Tinggal keberanian politik dan moral yang menentukan apakah Garut akan selamat atau runtuh perlahan. (Red)
Marwan Forum Pemerhati Lingkungan Garut (FPLG)
