![]()

Garut, Medialibas. Com, — Pernyataan Kapolri yang menyebutkan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dapat menduduki jabatan di kementerian menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan ( 15 Desember 2025 ). Salah satunya datang dari Ketua Perkumpulan Lingkungan Anak Bangsa (LIBAS), Tedi Suhardi, yang menilai pernyataan tersebut bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Tedi Suhardi, secara konstitusional dan yuridis, anggota Polri tidak dapat secara aktif menjabat jabatan sipil di kementerian atau lembaga negara, kecuali telah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Pernyataan Kapolri yang membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di kementerian jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang. Negara hukum tidak boleh ditafsirkan berdasarkan kepentingan kekuasaan,” tegas Tedi dalam keterangannya, Senin.
Tedi merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang secara tegas menyatakan bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari institusi kepolisian. Putusan tersebut menegaskan prinsip profesionalisme dan netralitas Polri dalam sistem ketatanegaraan.
Selain itu, aturan tersebut juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Pasal 28 ayat (3) disebutkan bahwa:
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak boleh merangkap jabatan di luar kepolisian, kecuali yang ditentukan oleh undang-undang.”
Lebih lanjut, Tedi menjelaskan bahwa larangan tersebut merupakan bagian dari upaya menjaga supremasi sipil dan mencegah tumpang tindih kekuasaan antara aparat keamanan dan struktur pemerintahan sipil.
“Jika polisi aktif menduduki jabatan sipil di kementerian, ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi merusak prinsip demokrasi dan reformasi sektor keamanan yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998,” ujarnya.
LIBAS mendesak pemerintah dan pimpinan Polri untuk patuh dan tunduk pada konstitusi serta putusan Mahkamah Konstitusi, karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Menurut Tedi, mengabaikan putusan MK sama saja dengan melemahkan wibawa hukum dan membuka preseden buruk bagi tata kelola negara.
“Hukum tidak boleh kalah oleh tafsir kekuasaan. Jika putusan MK dilanggar, maka yang runtuh bukan hanya aturan, tetapi kepercayaan publik terhadap negara,” pungkasnya. (Red)
